Kronologis singkat ini saya tulis karena saya punya janji ke seorang teman untuk menceritakan proses pernikahan saya. Permintaan ini sebenarnya sudah sejak lama tapi karena berbagai hal saya belum sempat menuliskannya menjadi cerita yang menarik. Oleh karena itu, agar janji tetap terpenuhi, saya ingin membagikan kronologi singkatnya saja melalui tulisan yang mungkin sulit dipahami ini. :D

Bulan Januari 2017.
Kampus sedang libur semester. Saya pulang ke rumah karena memang saya sudah tidak ada kuliah. Aktivitas di rumah masih seperti biasa ketika liburan, saya lebih banyak menghabiskan waktu surfing di dunia maya, yang tidak biasa adalah pertanyaan orang tua tentang "kapan nikah?". Pertanyaan ini sebenarnya sudah biasa buat saya, toh orang tua saya juga sudah sering tanya seperti itu setiap saya pulang ke rumah sejak saya lulus kuliah. Hanya saja, liburan kali ini pertanyaan dan 'wejangan' orang tua sepertinya lebih intens. Saya berfikir mungkin ini momentum yang saya tunggu. Terus terang, saya punya keyakinan bahwa saya tidak akan pernah merasa sudah siap menikah, kecuali ada momentum yang tepat, yaitu ketika orang tua meridhoi dan berkehendak. Saya yakin (dan memang harus yakin) bahwa ridho orang tua adalah ridho Allah, jika orang tua ridho, Allah juga ridho, saat itulah hati saya menjadi semakin mantap. Meskipun begitu, saya masih santai dan tidak terlalu serius menanggapi karena saya masih ingin memastikan apakah ini momentumnya atau bukan dari keseriusan orang tua. Saya pun menjawab sekenanya dengan santai, "saya inginnya nikah tanggal 17 Ramadhan biar resepsinya ngasih buka puasa orang, sambil siapa tahu pas Lailatul Qadar, dapat pahala banyak tu."

Jember, Awal Februari 2017.
Saya kembali ke perantauan. Hari pertama saya menemui mentor saya untuk mendiskusikan keseriusan orang tua tentang pernikahan sekalian memantapkan hati. Mentor saya memberikan dukungan penuh. Saya semakin percaya diri. Tapi saya masih santai. Hari berganti hari, pekan berganti pekan. Sampai saya lupa tentang masalah nikah.

Rabu, 15 Ferbuari 2017
Ada chat WhatsApp masuk dari adik saya. Memberitahu saya kalau dari sekian nama yang masuk bursa calon kakak iparnya terjaring 5 nama (haha...). Memang saya meminta bantuan adik saya untuk membantu orang tua mencarikan jodoh buat saya. Kriteria wajibnya adalah sholihah, kriteria sunnah muakadnya adalah orang Trenggalek agar ketika saya oleh Allah diberi amanah dimanapun, pulangnya tetap satu tujuan dengan begitu akan lebih banyak waktu bersama orang tua dimasa tuanya. Saya balas, "yang cocok sama Ibuk yang mana? Aku manut Ibuk". Bapak gerak cepat, sorenya menemui Abinya istri saya untuk membicarakan kemungkinan pernikahan karena istri saya masih kuliah semester 4. Dari kabar yang disampaikan adik saya lewat whatsapp saya tahu jika Abinya ingin bermusyawarah dulu dengan keluarga dan anaknya.

Kamis, 16 Februari 2017
Lewat chat whatsapp lagi adek saya mengabarkan jika keluarga istri saya berkenan dengan tawaran 'besanan' dari bapak saya, tapi meminta waktu untuk anaknya (istri saya) istikharah dahulu karena istri saya sebenarnya waktu itu belum terfikir untuk menikah.

Sabtu, 18 Februari 2017
Saya akan berangkat ke Surabaya naik bis untuk menjadi panitia sebuah kegiatan. Ketika malam hari hendak berangkat, Junda, teman saya menawarkan untuk berangkat bareng tapi naik motor dulu ke Malang. (cerita ini sepintas tidak ada hubungannya, tapi sebenarnya dari sinilah, drama dimulai :D ).

Ahad, 19 Februari 2017
Saya hari ini berangkat ke  Malang bersama Junda setelah membatalkan rencana berangkat langsung ke Surabaya. Rencananya hari ini saya akan ke Surabaya naik bis dari Malang setelah menitipkan motornya Junda di kost saudaranya.
Setelah sampai di Malang, kami langsung beli makan kemudian sholat dzuhur. Selesai sholat kami bersepakat untuk mengubah rencana ke Surabaya dari yang awalnya naik bis menjadi naik kereta api. Namun, saat kita mau beranjak pergi dari masjid, tiba-tiba hujan turun deras. Terpaksa kami mengurungkan niat dan rencana ke Surabaya kembali berubah. Kami sepakat untuk berangkat agak malam sambil menunggu Jundi, teman kami yang juga panitia kegiatan, yang masih ada acara.
Ketika hujan sudah reda, sambil menunggu malam dan menunggu Jundi selesai acara, saya dan Junda memutuskan untuk main ke alun-alun Batu. Saat berangkat saya lihat jarum indikator bahan bakar sudah di warna merah paling bawah. Beberapa kali saya tawarkan untuk beli bensin, Junda menolak dan meminta untuk beli bensin saat pulang saja. Terus terang saya khawatir kehabisan bensin di tengah jalan karena jarum tidak hanya sudah menunjuk di warna merah, tapi warna merah paling bawah.
Pada perjalana pulang, jarum indikator sudah berada di bawah warna merah. Beberapa kali saya ajak berhenti untuk beli bensin eceran dia tidak mau dan memilih untuk beli di SPBU yang berada di kiri jalan sedangkan sejak awal perjalanan belum juga ada SPBU yang di kiri jalan.
Hati saya lega ketika ada SPBU di kiri jalan, saya pun masuk untuk mengisi bensin. Namun lagi-lagi Junda menolak karena di SPBU tersebut antri panjang. Setelah berkali-kali gagal beli bensin gara-gara Junda pilih-pilih SPBU, akhirnya kami mengisi bensin juga di SPBU dekat Masjid A.R. Fachrudin, UMM.
Singkat cerita, saya, Junda dan Jundi berangkat ke Surabaya naik bis pada malam harinya.

Senin, 20 Februari 2017
Saya melihat whatsapp ada chat dari adik saya yang menanyakan tentang apakah saya pada hari Ahad kemarin beli bensin di SPBU depan UMM? Saya jawab, "iya, kenapa?".

Rabu, 22 Februari 2017
Orang tua saya bertanya mengenai tanggal kepulangan saya ke rumah lewat adik saya. Adik saya bilang kalau mau diajak melamar istri saya. Saya bilang setelah selesai acara, kira-kira Jum'at pagi sampai rumah.

Rabu, 1 Maret 2017
Sore hari diiringi rintik hujan, saya beserta keluarga melamar istri. Saat lamaran, istri saya sedang tidak di rumah sehingga saat itu tidak ada nadhor. Sampai saat lamaran juga tidaj ada tukar proposal. Lamaran pun hanya ngobrol biasa, tidak ada pertanyaan apapun dari mertu saya kecuali pertanyaan "kuliahnya sudah sampai mana? Sudah mantap (nikah) kan?"

Mungkin ada yang bertanya, tanpa proposal, tanpa nadhor, tanpa tanya jawab, mengapa saya mau? berikut beberapa alasannya:
1. Adik saya kenal dengan istri saya, dia bilang recommended.
2. ‎Ibu saya cocok.
3. ‎Mari kita flashback dulu ke cerita hari Ahad, 19 Februari 2017 yang akan kita lihat dari sudut pandang istri saya (berdasarkan kisah yang disampaikan istri saya) di bawah ini.

---------
Ahad, 12 Februari 2017
Hari ini saya mendapatkan telpon dari Abi untuk istikharah tentang tawaran untuk menikah. Siang setelah selesai sholat dhuhur pun saya istikharah memohon petunjuk kepada Allah. Setelah itu saya berangkat ke pasar mengantar budhe belanja. Di tengah perjalanan motor saya kehabisan bensin. Saya pun mendorong motor sampai kemudian menemukan pedagang bensin eceran. Setelah membeli bensin saya meneruskan perjalanan mengantar budhe. Karena sempat kehabisan bensin di tengah jalan, budhe memberi saya uang untuk beli bensin. Saat perjalanan pulang dari rumah budhe, saya mampir ke SPBU depan kampus saya, UMM. Hal ini jarang sekali saya lakukan, membeli bensin saat indikator masih belum menunjukkan batas merah tapi hari ini tiba-tiba terbersit pikiran untuk isi bensin sekalian.
Sewaktu antri isi bensin tiba-tiba saya melihat orang yang saya istikharah i (suami saya) sedang membeli bensin juga di depan saya. Saya langsung menutup kaca helm saya karena takut ketahuan. Sebenarnya saya ragu-ragu apakah benar yang di depan saya itu suami saya karena suami saya tinggalnya di Jember, kok hari itu ada di Malang. Saya pun meminta tolong Abi untuk menanyakan apakah benar itu suami saya. Ternyata jawabannya "iya".
---------

Kisah di atas juga diceritakan mertua, orang tua, dan adik saya kepada saya. Karena cerita itulah saya semakin yakin bahwa istri saya adalah istri yang dipilihkan Allah untuk saya. Beberapa opsi perjalanan saya ke Surabaya gagal dan drama Junda memilih SPBU telah diskenario oleh Allah untuk memberikan jawaban atas istikharah istri saya.

Saya pun menikah dengan istri saya pada hari Jum'at tanggal 12 Mei 2017. Belum Ramadhan sih, apalagi tanggal 17 sesuai rencana awal. Hari pernikahan saya tepat tanggal 15 Sya'ban 1438 H. Hari itulah untuk pertama kalinya saya melihat wajah istri saya secara langsung. Alhamdulillah.

Post a Comment