BAB. 1 PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tanaman tembakau (Nicotianae tabacum L) termasuk genus Nicotinae, serta familia Solanaceae. Spesies-spesies yang mempunyai nilai ekonomis adalahNicotianae Tabocum L dan Nicotianae Rustica. Pada mulanya tanaman tembakau hanya digunakan oleh masyarakat indian hanya dalam upacara upacara keagamaan mereka. Namun lambat laun ketika budaya barat mulai mengenal tembakau, tanaman ini menjadi salah satu komoditas penting dalam perdagangan dunia.
Sebagaimana diketahui tanaman tembakau merupakan merupakan salah satukomoditi yang strategis dari jenis tanaman semusim perkebunan. Perantembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini karena aktivitas produksi danpemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaandan penghasilan.Produk tembakau yang utama diperdagangkan adalah dauntembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi,sehingga bagi beberapa negara termasuk Indonesia berperan dalam perekonomiannasional, yaitu sebagai salah satu sumber devisa, sumber penerimaan pemerintah dan pajak (cukai)sumber pendapatan petani dan lapangan kerja masyarakat (usaha tanidan pengolahan rokok).
Tembakau di Indonesia ada bermacam jenis, yang masing-masing memiliki sifat-sifat spesifik. Harga jual tembakau sangat tergantung pada kualitas tembakau dan permintaan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi mutu tembakau, baik secara langsung maupun tidak, atau disebut dengan faktor teknis dan non-teknis.Sebagaimana halnya beberapa faktor dapat saling berkaitan erat ataupun tidak, maka beberapa unsurpun dapat saling berkaitan ataupun berdiri sendiri dalam menentukan mutu tembakau. Sehingga pemahaman mengenai keterkaitan unsur-unsur tersebut perlu dimiliki, terutama bagi pihak-pihak yang nantinya berkecimpung di bidang pengolahan hasil pertanian.Oleh karena itu, dalam praktikum ini mahasiswa diharapkan mengerti tentang proses pengolahan tembakau secara umum. Hal ini disebabkan  karena begitu pentingnya peran komoditas tembakau bagi perekonomian Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tembakau sendiri perlu dilakukan penanganan yang  khusus.




1.2  Tujuan
1.2.1        Umum
Mahasiswa dapat memperoleh kemampuan untuk mengendalikan kondisi serta proses pengolahan tembakau di lapang atau dalam gudang pengering maupun sortasi, untuk memperoleh hasil olah sesuai dengan tujuan pengolahan.
1.2.2        Khusus
  1. Mahasiswa dapat melakukan sortasi daun tembakau basah/hijau dan kering/krosok dari jenis tembakau sigaret maupun cerutu (tembakau Besuki Na-oogst atau Besmo dan tembakau bawah naungan atau TBN) yang telah disediakan, berdasarkan ukuran panjangnya, kemudian menuliskan kelas ukurnya.
  2. Mahasiswa dapat mengukur lebar dan indeks daun tembakau.
  3. Mahasiswa dapat menggambarkan bentuk dari beberapa jenis daun tembakau.
  4. Mahasiswa dapat membuat bagan kelas panjang ukur daun tembakau di beberapa daerah.
  5. Mahasiswa dapat membuat irisan daun pembalut (Wrapper, deblad) dan pembungkus (binder, omblad) cerutu dengan pola yang sudah ditetapkan dari beberapa macam ukuran.
  6. Mahasiswa dapat menghitung berat nisbi ibu tulang daun (midrib) terhadap berat krosok.
  7. Mahasiswa dapat mengukur sudut yang dibentuk antara ibu tulang daun dengan cabang tulang daun.
  8. Mahasiswa dapat menggambar penampang melintang daun tembakau di bawah mikroskop.
  9. Mahasiswa dapat menentukan mutu bakar daun tembakau, yang meliputi : daya pijar, cepat bakar, sempurna bakar.
  10. Mahasiswa dapat menganalisa kadar nikotin tembakau sigaret dan cerutu.
  11. Mahasiswa dapat mengukur alkalinitas abu krosok secara volumetri.
  12. Mahasiswa dapat menentukan mutu daun tembakau berdasarkan warnanya.
  13. Mahasiswa dapat mengukur kadar air tembakau.
  14. Mahasiswa dapat menentukan kandungan klorofil daun tembakau dengan klorofilmeter.
  15. Mahasiswa dapat mengurai / mengorak sigaret / rokok dan cerutu, serta dapat menentukan komposisi sigaret/rokok maupun cerutu.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Aspek Botani Tembakau
Tanaman tembakau merupakan tanaman semusim, dalam dunia pertanian tergolong tanaman perkebunan tetapi bukan merupakan kelompok tanaman pangan.Tanaman tembakau dibudidayakan dalam pertanian untuk dimanfaatkan daunnya sebagai pembuatan rokok (Purbosayekti, 2010). Menurut Padmo dan Djatmiko (1991), spesies tanaman tembakau yang pernah ada di dunia ini diperkirakan mencapai lebih dari 20 jenis, di mana persebaran geografis sangat mempengaruhi cara bercocok tanam serta spesies, varietas yang diusahakan, dan mutu yang dihasilkan. Klasifikasi tanaman tembakau dalam sistematika tumbuhan sebagai berikut:
Regnum :Plantae
Divisio :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Solanales
Famili :Solanaceae
Sub Famili :Nicotianae
Genus :Nicotiana L.
Spesies :N. tabaccum, N. Rustica
Tanaman tembakau dapat tumbuh optimal pada daerah dengan ketinggian kurang dari 700 m diatas permukaan laut dengan temperatur lebih dari 22o C dan curah hujan rata-rata 2000mm/tahun.Sedang tembakau pada dataran tinggi sangat baik bila ditanam didaerah dengan curah hujan rata-rata 1500 – 3500 mm/tahun (Cahyono, 1998).

2.2  Kandungan Kimia Tembakau
Alkaloid yang penting pada tembakau adalah nikotin. Nicotiana rustica L mengandung kadar nikotin yang tinggi (max n = 16%) biasanya digunakan untuk membuat abstrak alkoloid (sebagai bahanbaku obat dan isektisida), jenis ini banyak berkembang di Rusia dan India. Nicotiana tabacum L mengandung kadar nikotin yang rendah (min n = 0,6%) jenis ini umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok.Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine) merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung dalam daun tembakau. Apabila dihisap senyawa ini akan menimbulkan rangsangan psikologis bagi perokok dan membuatnya menjadi ketagihan. Selama ini yang terjadi adalah tembakau mutu tinggi pada umumnya mengandung nikotin dan senyawa aromatisnya tinggi. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kadar nikotin antara lain tipe tanah, ketinggian tempat, kerapatan populasi tanaman, dosis pupuk dan jenis lahan. Tembakau yang ditanam pada tanah berat berkadar nikotin lebih rendah dibanding yang ditanam di tanah lempung. Kadar nikotin tembakau cenderung meningkat bila ditanam di daerah yang lebih tinggi. Semakin banyak populasi tanaman per hektar kadar nikotin semakin rendah, dan semakin tinggi dosis pemupukan nitrogen kadar nikotin semakin tinggi. Kadar nikotin tembakau yang ditanam di lahan sawah lebih rendah dibanding di lahan tegal (Mipanesia, 2010).
Asam organik yang paling banyak terdapat pada tembakau krosok adalah asam aksalat. Zat-zat anorganik umumnya lebih banyak pada lembaran daun dibandingkan pada tangakai daun. Kadar abu pada daun bagian bawah sekitar dua kali lebih besar daripada daun bagian atas, tetapi sebaliknya dengan kadar nikotin dan gula umumnya semakin besar dengan semakin tingginya letak daun.
Tabel 1.Komposisi daun tembakau hijau
Persenyawaan
Persen (%) berat kering daun hijau
Tembakau cerutu
Tembakau sigaret
Selulosa dan lignin
9.5
10.0
Pektin
7.0
7.0
Tanin
2.0
2.0
Karbohidrat
23.0
23.0
Asam-asam organic
13.0
13.0
Protein
17.3
12.2
Alkaloid
3.0
1.3
Minyak atsiri, gum dan resin
7.0
7.0
Lain - lain
17.7
24.5
(Matnawi, 1997)
2.3  Jenis – jenis Tembakau Daerah Di Indinesia
Berbagai jenis tembakau dengan berbagai kegunaannya diusahakan diIndonesia, baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan.Matnawi (1997) menyatakan, secara umum tembakau di Indonesia dapat dipisahkan menurut musim tanamnya yaitu:

1. Tembakau Voor-Oogst
Tembakauini biasanya dinamakan tembakau musim kemarau atau onberegend.Artinya, jenis tembakau yang ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada waktu musim kemarau.
2. Tembakau Na-Oogst
Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen atau dipetik pada musim penghujan.
3. Tembakau Bawah Naungan (TBN)
Merupakan tembakau yang dibudidayakan pada daerah-daerah yang tidak memiliki suasana Cloudinnes, yang mana disuatu daerah tempat/lahan untuk penanaman tembakau kurang mendapatkan pancaran sinar matahari (matahari tertutup awan) dalam jumlah yang banyak. Untuk itu solusinya adalah dengan cara “cloudiness” buatan yang mana diusahakan dengan membuat naungan.
Tembakau Bawah Naungan (TBN) atau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) dibudidayakan pada daerah-daerah yang tidak memiliki suasana Cloudiness, yaitu daerah-daerah yang dapat menerima sinar matahari dalam jumlah banyak.Sehingga pada daerah-daerah yang mendapatkan sinar matahari yang banyak tersebut dibuatlah naungan untuk mencapai Cloudiness tiruan atau buatan.Daerah yang sering mengalami Cloudiness (langit yang sering tertutup awan pada siang hari) terdapat di daerah Sumatera (Deli).Di tempat itulah dihasilkan tembakau yang telah dikenal dalam pasaran dunia. (Matnawi, 1997)
Beberapa jenis tembakau yang sering dibudidayakan antara lain Tembakau Besuki , Deli dan Lombok, bahkan baru –baru ini deterapkan suatu sistem penanaman tembakau dengan menggunakan naungan. Tembakau yang ditanam dibawah naungan ini biasanya diusahakan pada daerah-daerah yang tidak memiliki suasana Cloudiness, yaitu daerah-daerah yang dapat menerima sinar matahari dalam jumlah banyak.Sehingga pada daerah-daerah yang mendapatkan sinar matahari yang banyak tersebut dibuatlah naungan untuk mencapai Cloudiness tiruan atau buatan.Daerah Sumatera (Deli) misalnya.Tembakau Bawah Naungan (TBN) atau Vorstenlanden Bawah Naungan (VBN) ini dibudidayakan dalam rangka mencari alternatif menghadapi masalah produksi dan pemasaran tembakau Besuki Na-oogst(Setiadji, 2003).
2.4  Mutu Tembakau
Mutu tembakau adalah sejumlah kumpulan sifat fisik, kimia, dan organoleptik dari tembakau yang menjadikan bahan tersebut dikehendaki ataupun tidak dikehendaki sesuai dengan tujuan penggunaannya.Beberapa aspek utama yang sering digunakan sebagai faktor penentu mutu tembakau adalah letak daun dan daya pijar. Unsur-unsur penentu mutu daun tembakau antara lain :
a)      Ukuran, bentuk, dan letak daun, Merupakan unsur mutu yang penting karena menentukan rendemen yaitu banyaknya daun yang akan dibuat dari tiap helai daun. Selain itu juga merupakan pertimbangan untuk komponen rokok cerutu. Di Indonesia daun berdasarkan letaknya mulai dari bawah ke atas terdiri dari, daun koseran (1 – 5 helai), daun kaki (6 – 13 helai), daun tengah (14 – 22 helai), dan daun pucuk (sekitar  helai tatau lebih). Bentuk daun koseran umumnya tipis dan bulat, daun kaki agak tebal dan bulat, daun tengah tebal dan bulat panjang, sedangkan daun pucuk paling tebal dan agak memanjang.
Berbagai jenis tembakau mempunyai ukuran dan bentuk daun sangat beragam, dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti : letak geografis, unsur hara, iklim dan varietas tembakau. Panjang daun (diukur dari pangkal/tangkai sampai ujung daun) ada yang berukuran nisbi kecil, yaitu sekitar 5 sampai 7.5 cm dan ada pula yang mencapai lebih dari 90 cm. Beberapa jenis tembakau Turki (oriental) mempunyai ukuran kecil, sedang beberapa jenis tembakau cerutu berukuran lebar, pada daun bawah tembakau krosok Besuki kadang-kadang mencapai 50 cm atau lebih. Lebar daun (diukur dari kedua tepian lamina) juga bervariasi, namun umumnya mempunyai ukuran antara 0.4 -0.6 kali panjang daun (Tjiptadi, 1985).
Daun tembakau jenis Virginia umumnya berbentuk lonjong dengan ujung runcing, sedang tembakau jenis cerutu relatif bulat (membulat).Tembakau cerutu dengan bagian lamina lebar (paling sedikit 10 cm) akan menguntungkan sebagai pembungkus atau pembalut (Anonim, 2006).
b)      Tulang dan lamina, Tulang daun secara keseluruhan merupakan rangka daun yang mengokohkan tegak daun dan berfungsi sebagai pembuluh angkut bahan atau produk metabolisme. Rangka daun yang terletak tepat di bagian tengah daun disebut ibu tulang daun atau midrib. Daun berlamina tipis dengan tulang daun relatif kecil atau halus dikehendaki untuk pembalut atau pembungkus. Daun yang tipis, percabangan tulang merata, halus, dengan bagian lamina lebar mempunyai nilai tinggi di pabrik cerutu.
c)      Tenunan daun, Sifat tenunan daun pada beberapa jenis tembakau mempunyai arti penting dalam penilaian mutu. Tenunan halus dikehendaki untuk tembakau cerutu pembalut maupun pembungkus, karena diharapkan menghasilkan aroma yang baik, dan rasa ringan. Pada tembakau pengisi, tenunan daun tidak banyak berpengaruh.
d)     Tebal daun, Tebal daun sangat bervariasi, tergantung virietas tembakau, keadaan sekeliling tempat tumbuh, teknik budidaya, dan letak daun pada batang. Untuk bahan pembalut cerutu dikehendaki daun yang tipis.
e)      Kepadatan jaringan, merupakan suatu keadaan struktur dan tekstur daun. Keadaan kering menyebebkan terbentuknya sel-sel yang kecil dan tersusun secara  mampat, dengan ruang sel yang kecil. Dikatakan mempunyai tekstur yang mampat. Tekstur yang mampat kurang dikehendaki, karena sifat bakarnya cenderung kurang baik.
f)       Berat per satuan luas, Berat persatuan luas dapat digunakan sebagai pengukur hasil produksi. Berat per satuan luas ini berpengaruh pada hasil rendemen yaitu perbandingan antara berat tembaku kering setelah mengalami pengeringan dengan tembakau basahnya. Berkurangnya rendemen akan menyebabkan penurunan mutu.
g)      Keelastisan atau kelentingan, merupakan kemempuan tembakau yang dalam keadaan cukup lembab dapat direntangkan sampai batas tertentu tanpa menjadi robek. Keelastisan juga menunjukkan ketahanan terhadap pemempatan pada waktu perajangan sehingga mampu mengembang kembali. Sifat ini penting untuk tembakau sebagai pengisi cerutu atau sebagai tembakau rajangan. Faktor yang berpengaruh terhadap keelstisan adalah varietas, keadaan lingkungan, teknik budidaya,  letak daun pada batang, kemasakan, dan kadar air krosok.
h)      Bodi, merupakan kelunakan atau kelembutan daun tembakau yang disebabkan oleh bagian semi cair, tanpa dipengaruhi ketebalan dan tekstur. Bila daun dalam keadaan kering, bodi ringan.daun berbodi berat mempunyai sifat tdkkering, akan berkembang sebagai bercak minyak bila mendapat tekanan. Faktor yang berpengaruh terhadap bodi antara lain kondisi tanah, iklim, teknik budidaya, serta letak daun pada batang.
i)        Getah atau gum, merupakan sekresi cairan kental yang dkeluarkan oleh glandula pada bagian ujung rambut daun tembakau. Pada daun segar, rambut-rambut daun  tembakau akan terasa halus bila teraba dengan tangan dan melekat bila tergosok kulit atau pakaian.
j)        Mutu bakar (Burning Qualities), Beberapa sifat yang tercaku dalam hal ini adalah daya pijar atau daya membara, kerataan membara, kecepatan membara, sempurnanya pembakaran, dan keteguhan abu.
  1. daya membara, adalah sifat membara secara  terus menerus tanpa menimbulkan nyala api.
  2. Kecepatan membara, dinyatakan dalam detik pada tembakau yang terbakar per satuan jarak tertentu.
  3. Sempurnanya pembakaran adalah habis atau berabunya bagian tembakau yang terbakar sehingga tinggal sisa pembakaran berupa abu.
  4. Keteguhan abu, ditunjukkan dengan panjang abu yang masih dapat melekat pada rokok atau cerutu selama pembakaran.
k)      Kuat fisiologis, merupakan kriteria penilaian tembakau sehubungan dengan kandungan penyusun yang akan mempengaruhi fisiologis pemakai, yaitu golongan alkaloida, yang bersifat sebagai perangsang/stimulus pemakainya. Beberapa macam alkaloida dalam daun tembakau antara lain: nikotin, nikotirin, anabasin, dan miosmin.
l)        Warna, merupakan sifat dasar yang dimiliki setiap jenis tembakau. Warna krosok tembakau Virginia umumnya kuning limau sampai kuning emas. Jenis cerutu umumnya berwarna lebih gelap, dari coklat muda sampai coklat tua. Penilaian warna ditantukan pengamatan visual.
m)    Aroma, Dengan fermentasi yang berhasil, krosok akan mempunyai aroma yang baik. Aroma yang paling penting adalah yang timbul jika tembakau dibakar. Aroma ini merupakan hasil destilasi kering dari bahan-bahan gum (gummy material). Kandungan protein tinggi menimbulkan bau tidak enak, tetapi dalam jumlah sedikit mempunyai pengaruh positis terhadap aroma tembakau.
n)      Rasa, Krosok yang belum mangalami fermentasi mempunyai rasa kasar, mentah dan pahit. Fermentasi akan menghilangkan rasa tersebut. Sejumlah tertentu alkaloid diperlukan untuk memperoleh kenikmatan dalam mengisap rokok. Namun kadar alkaloid yang terlalu tinggi menyebabkan rasa mengganggu.
o)      Sifat higroskopis, Sifat higroskopis tergantung pada jenis dan tingkat mutu tembakau. Tembakau yang terlalu higroskopis peka terhadap minyak. Sifat higroskopis mempunyai hubungan dengan kadar nitrat di dalam tangkai daun (Anonim. 2012).




BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1  Alat dan Bahan
3.1.1        Alat
-          Neraca analitis
-          Erlenmeyer
-          Pengaduk
-          Bulb pipet
-          pipet ukur
-          Corong dan kertas saring.
-          Satu Set alat Titrasi
-          Mortar
-          Gelas ukur
-          Papan ukur tembakau
-          Busur derajat
-          Penggaris
-          Kompor
-          Penusuk Kawat pijar
-          Stopwatch
3.1.2        Bahan
-          Rokok kretek
-          Rokok Cerutu
-          Rokok Sigaret
-          Tembakau krosok
-          Tembakau sigaret dan cerutu
-          Petroleum eter
-          Metil orange
-          HCl 0,01N
-          NaOH 0,01N
-          Aquadest
-          Indicator PP
-          H2SO4 0,02N



3.2  Skema Kerja
3.2.1        Berat Nisbi
Hitung panjang, lebar, mutu daun
Timbang berat daun (A gram)
Timbang tulang daun (B gram)
Hitung berat Nisbi
3.2.2        Mutu bakar
Panaskan kawat hingga memerah
Tusukkan pada lamina hingga memerah
Hitung waktu dengan stopwacth
3.2.3       

1gr krosok halus
 
Alkalinitas



Saring dengan kertas saring
Ambil 1ml filtrat
Tera dengan aquades 100ml dalam labu ukur
Ambil 20ml, masukkan dalam erlenmeyer
Tambah indikator pp 10 tetes

”Merah” tambah indikator Metil orange 2 – 3 tetes
 
                                                                        ”Merah lembayung”

Titrasi dengan H2SO40,02N(A)
 
           

Titrasi dengan             H2SO40,02N
 
                                                                       
           
Catat volume H2SO4(A)
                                                                       
                                                                       



3.2.4        Komposisi berat
Timbang berat rokok (a gram)
Timbang @ dekblad, omblad, filler (b gram)
Hitung komposisi berat (b/a x 100%)
3.2.5       

1 gr rokok halus
 
Kadar nikotin


                                   

Tambahkan 20ml protelium eter
 
Aduk rata
 

Gojok rata sambil menekan tutupnya
Diamkan selama  2 jam
Hingga bagian atas jenuh
Saring dan ambil 10ml larutan
Masukkan erlenmeyer

Tambahkan20ml aquadesdan5 tetes metil merah

 
Uapkan diatas penangas  2 menit (hingga 2ml)

Titrasi dengan HClhingga merah muda 0,01N
 
                                                                                   
                       



3.2.6       

Daun tembakau
 
Sifat Higroskopis


dibungkus
  Terbuka                         Koran                          Kardus
Simpan 48 jam

Tambah krosok halus
 
Timbang botol timbang kosong (a gram)


Masukkan botol timbang (b gram)
Oven 24 jam, 100 °C
Eksikator 15 menit
Timbang botol setelah 15 menit
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1  Hasil Pengamatan
4.1.1        Berat NISBI
Jenis Daun
P(cm)
L(cm)
Mutu
A(g)
B(g)
Koseran
40
20
2
1,79
0,83
Kaki
40
18
2
2,20
0,84

4.1.2        Mutu Tembakau
Jenis Tembakau: Kak Deck
Kelompok
Jenis Daun
Waktu Pijar (detik)
Hasil
1
Kaki
3,85
Tidak merata
2
Tengah
5,75
Merata
3
Pucuk
6,60
Merata
Jenis Tembakau: Kos Deck
Kelompok
Jenis Daun
Waktu Pijar (detik)
Hasil
1
Kaki
2,59
Tidak merata
2
Tengah
3,59
Tidak merata
3
Pucuk
5,20
Tidak merata

4.1.3        Alkalinitas Daun Tembakau
Ulangan
ml H2SO4(A)
N H2SO4
ml sampel (C)
1
0,5 ml
0,1N
20 ml
2
0,5 ml
0,1N
20 ml
3
0,5 ml
0,1N
20 ml

4.1.4        Sifat Higroskopis
Kel
Perlakuan
A (g)
B (g)
C (g)
1
Simpan Terbuka
9,25
10,25
9,63
9,64
9,69
2
3
Simpan Kertas Koran
8,12
9,12
8,56
8,55
8,57
4
5
Simpan Kardus
7,95
8,95
8,37
8,38
8,37
6






4.1.5        Komposisi Berat Daun
No
Jenis
Komposisi berat (B gram)
A gram
Dekblad
Omblad
Filler
1
Dji Sam Soe
0,11
-
1,69
1,72
2
Djarum 76
0,12
-
2,17
2,29
3
Mild
0,08
-
0,81
1,02
4
Sampoerna
0,04
-
0,70
0,97
5
Argopuro (cerutu)
0,25
0,43
4,46
5,16
6
Cardinal (cerutu)
0,25
0,44
5,28
5,73

4.1.6        Kadar Nikotin
No
Jenis
Berat Awal (gr)
ml titrasi
1
Cardinal
1,0002
4
2
Argopuro
1,0004
3,1
3
Dji Sam Soe
1,0029
3,8
4
Djarum 76
1,0002
6,12
5
Sampoerna
1,0004
4,9
6
Jarum Super
1,0040
11,5

4.2  Hasil Perhitungan
4.2.1        Berat NISBI
Jenis Daun
P(cm)
L(cm)
Mutu
Berat NISBI (%)
Koseran
40
20
2
46,37
Kaki
40
18
2
38,2

4.2.2        Alkalinitas Daun Tembakau
Ulangan
ml H2SO4 (A)
ml sampel (C)
CaCO3 (mg/L)
1
0,5 ml
20 ml
2500
2
0,5 ml
20 ml
2500
3
0,5 ml
20 ml
2500

4.2.3        Sifat Higroskopis
Perlakuan
C rata – rata (gr)
Kadar air (%)
Terbuka
9,65
56
Koran
8,56
56
Kardus
8,373
57,7


4.2.4        Komposisi Berat Daun
No
Jenis
Komposisi berat (%)
Dekblad
Omblad
Filler
1
Dji Sam Soe
6,4
-
98,25
2
Djarum 76
5,2
-
94,75
3
Mild
7,8
-
79,41
4
Sampoerna
4,1
-
72,16
5
Argopuro (cerutu)
4,8
8,3
86,42
6
Cardinal (cerutu)
4,3
7,6
92,14

4.2.5        Kadar Nikotin
No
Jenis
Kadar Nikotin(%)
1
Cardinal
0,65
2
Argopuro
0,503
3
Dji Sam Soe
0,614
4
Djarum 76
0,993
5
Sampoerna
0,79
6
Jarum Super
1,86




BAB 5. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan beberapa beberapa percobaan diantaranya pengukuran berat nisbi daun, mutu bakar, alkalinitas, komposisi berat, kadar nikotin dan sifat higroskopis.
5.1  Berat Nisbi
Pada uji berat nisbi ini digunakan daun tembakau koseran dandaun tembakau kaki. Daun tembakau kemudian tersebut diukur panjang, lebar, berat daun, berat tulang daun dan dibandingkan mutunya dengan standart. Dari data hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan hasil panjang daun untuk daun tembakau koseran maupun daun tembakau kaki adalah 40cm.Sedangkan lebar daun koseran adalah 20cm dan tembakau  kaki 18 cm. Dari hasil tersebut diketahui bahwa luas daun koseran lebih besar dari pada daun kaki. Akan tetapi nilai mutu kedua daun tersebut sama yaitu peringkat 2. Dari hasil pengukuran berat daun kemudian dilakukan perhitungan berat nisbidengan membagi berat tulang daun dengan berat keseluruhan daun sehingga diperoleh nilai berat nisbi untuk daun koseran sebesar 46,37% dan daun kaki sebesar 38,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tulang daun pada daun tembakau koseran lebih besar daripada daun kaki. Semakin kecil berat nisbi daun semakin baik, terutama untuk pembalut dan pembungkus.
5.2  Mutu Bakar
Pada analisa mutu bakar tembakau ini digunakan tembakau jenis kakdeck dan kosdeck,masing-masing dianalisa pada bagian daunkaki, tengah dan pucuk.Analisa ini dilakukan dengan memanaskan kawat hingga merah. Kemudian kawat panas tersebut ditusukkan pada lamina. Lalu dihitung lama waktu membara sampai bara tersebut padam menggunakan stopwatch. Dari hasil pengamatan didapatkan hasil untuk tembakau jenis kakdeck, pada daun kaki waktu pijarnya 3,85 detik, daun tengah 5,75 detik, dan pucuk 6,60 detik. Sedangkanuntuk tembakau jenis kosdeck, waktu pijar pada kaki sebesar 2,59 detik, daun tengah 3,59 detik, dan pucuk 5,20 detik.
Berdasarkan literatur, krosok yang berkualitas baik adalah yang menghasilkan lubang merata pada tusukan dan waktu membara paling lama. Oleh karena itu,secara keseluruhan kedua jenis tembakau tersebut memiliki kualitas yang cukup baik berdasarkan lubang yang terbentuk. Sedangkan berdasarkan waktu membaranya, kualitas krosok tembakau jenis kakdeck memiliki kualitas lebih baik dari pada tembakau jenis kosdeckkarena tembakau jenis kakdeck memiliki kecepatan membara yang lebih lambat.
5.3  Alkalinitas Daun Tembakau
Pada uji alkalinitas daun tembakaudigunakan 1 gram krosok halus. Krosok yang sudah dihaluskan tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan aquadest 20  ml untuk ekstraksi komponen –komponen yang terdapat dalam krosok. Selanjutnya diambil 20 ml filtrat sebagai C dan ditambahkan indikator PP ± 10 tetes sebagai indikator yang akan menunjukkan perubahan warna, jika setelah ditambah PP larutan berwarna merah maka ditambah lagi dengan indikator metil orange ± 2 – 3 tetes kemudian dititrasi menggunakan H2SO40,02N hingga warna merah muda. Tetapi jika larutan berwarna merah lembayung bisa langsung dititrasi menggunakan H2SO4 hingga warna merah hilang. Metil orange digunakan sebagai indikator yang akan menunjukkan perubahan warna saat berikatan dengan H2SO4 0,02N membentuk kompleks berwarna merah muda  sebagai tanda titik akhir titrasi telah tercapai. Analisa ini dilakukan sampai 3 kali ulangan.
Dari hasil pengamatandan perhitungan didapatkan hasil yang sama pada 3 kali ulanganyaitu dibutuhkan 0,5 ml H2SO4 0,02N utnuk mentitrasi hingga titik equivalen. Sehingga dapat diketahui tingkat alkalinitas krosok berdasarkan kadar CaCO3 krosok, yaitu2500 mg/L.5.           Semakin tinggi alkalinitas maka aroma tembakau akan lebih baik sehingga mutunya meningkat.
5.4  Sifat Higroskopis
Analisa sifat higroskopis dilakukan dengan perhitungan kadar air tembakau yang disimpan dengan keadaan penyimpanan yang berbeda (dibungkus kardus, koran dan terbuka).  Tembakau tersebut kemudian disimpan selama 48 jam.Setelah waktu penyimpanan selesai, tulang daun dan lamina tembakau dipisahkan untuk diambil lamina dari masing-masing perlakuan. Lamina tersebut kemudian dihaluskan dan diambil 1 gram lalu dimasukkan ke dalam botol yang telah diketahui beratnya (a gram). Setelah itu botol yang telah berisi daun tembakau halus tersebut ditimbang kembali sebagai b gram. Setelah ditimbang, botol yang berisi tembakau halus tersebut dioven selama 24 jam pada suhu 100o C. Kemudian botol dimasukkan exsikator selama 15 menit, untuk menstabilkan suhu botol dan bahan sehingga higroskopisnya berkurang dan tidak menyerap uap air di udara. Setelah itu dilakukan penimbangan kembali sebagai C gram dengan pengulangan sebanyak 3 kali.
Dari hasil pengamatan perhitungan didapatkankadar air pada daun tembakau yang disimpan dalam kardus tertutup sebesar 57,7%. Sedangkan daun tembakau yang disimpan di ruang terbuka dan dibungkus dalam kertas koran memiliki kadar air 56,0%. Pada hasil ini mengalami penyimpangan karena daun tembakau yang disimpan dalam kardus tertutup rapat memiliki kadar air lebih tinggi daripada yang disimpan diruang terbuka seharusnya daun tembakau yang disimpan dengan penutup, baik kardus maupun koran, memiliki kadar air atau nilai higroskopis lebih rendah dari pada yang disimpan diruang terbuka karena penyimpanan dalam kardus maupun dalam koran dapat melindungi daun dari penyerapan uap air di udara sekitar. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kesalahan saat analisa atau juga karena pada saat penyimpanan dikardus, kondisi kardus sangat lembab sehingga ketika ditutup kadar air udara dalam kardus sangat tinggi dan dengan penutupan menyebabkan tidak adanya pertukaran udara sehingga kelembabannya sangat tinggi.
Nilai higroskopis atau kadar air yang lebih rendah dari standar akan menyebabkan daun tembakau mudah menyala. Sedangkan nilai higroskopis yang terlalau tinggi dari standar akan menyebabkan daun tembakau sulit berpijar. Sehingga jika mengacu pada hasil analisa dapat diketahui bahwa daun tembakau yang disimpan diruang terbuka dan daun tembakau yang dibungkus koran memiliki daya pijar lebih tinggi.

5.5  Komposisi Berat Daun
Pada komposisi berat daun menggunakan beberapa jenis rokok kretek dan cerutu, dimana akan dilakukan penimbangan terhadapDekblad, Omblad dan Fillernya yang kemudian dihitung persentase beratnya.Sampel yang digunakan pada  acara ini adalah rokok Mild, Sampoerna, Dji Sam Soe, Djarum 76,Argopurodan Cardinal. Pertama keseluruhan rokok ditimbang sebagai A gram. Selanjutnyalapisan-lapisanrokok tersebut dibuka dan dipisahkanantaradekblad, omblad, denganfillernya. Dekbladadalah bagain luar yag terdiri dari krosok biasanya disebut juga sebagai pembalut, ombladadalah lapisan kedua yang terdiri dari krosok yangjuga disebut sebagai pembungkus, sedangkan filler merupakan bagian dalam yang terdiri dari krosok rajangan  atau pengisi. Masing-masing lapisan tersebut kemudian ditimbang dan hasilnya dicatat sebagai B gram. Lalu dihitung komposisi daritiap-tiap bagian rokok tersebut.
Dari hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan komposisi dekblad Dji Sam Soe, Djarum 76, Mild, Sampoerna, Cerutu Argopuro, dan Cerutu Cardinal berturut-turut adalah 6,4%; 5,2%; 7,8%; 4,1%; 4,8%; dan 4,3%. Dari hasil ini diketahui bahwa rokok mild mempunyai komposisi dekblad paling besar. Sedangkan untuk komposisi  filler untuk rokok Dji Sam Soe, Djarum 76, Mild, Sampoerna, Cerutu Argopuro, dan Cerutu Cardinal berturut-turut adalah 98,25%; 94,75%; 79,41%; 72,16%; 86,42%; dan 92,14%. Dari hasil ini diketahui bahwa rokok Dji Sam Soe mempunyai komposisi filler paling besar. Untuk komposisi omblad hanya dimiliki oleh cerutu dengan hasil perhitungan komposisi pada Cerutu Argopuro, dan Cerutu Cardinal berturut-turut adalah 8,3% dan 7,6%.  Rokok yang baik adalah rokok yang mempunyai komposisi filler paling besar sehingga rokok yang paling baik berdasarkan komposisinya adalah rokok Dji Sam Soe sedangkan untuk cerutu adalah cerutu Argopuro. Akan tetapi dari hasil pengamatan dan perhitungan ini masih banyak penyimpangan karena masih jumlah total komposisi ada yang lebih dari 100%, seharusnya total dari tiap-tiap komposisi adalah 100%. Hal ini kemungkinan terjadi karena kekurang telitian dalam penimbangan.

5.6  Kadar Nikotin
Dari hasil pengamatan dan perhitungan kadar nikotin didapatkan hasil untuk Cardinal sebesar 0,65%, Argopuro sebesar 0,503%, Dji Sam Soe sebesar 0,614%, Djarum76 sebesar 0,993%, Sampoerna sebesar 0,79%, Jarum Super sebesar 1,86%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa rokok jarum super memiliki kadar nikotin yang paling tinggi diantara sampel yang lainnya. Hal ini merupakan penyimpangan, karena rokok jarum super adalah jenis rokok kretek yang pembuatannya digunakan campuran cengkeh sehingga seharusnya kadar nikotinnya lebih kecil dan rokok cerutu kadar nikotinnya lebih tinggi karena dibuat dengan menggunakan tembakau secara keseluruhan. Penyimpangan ini terjadi karena penggunaan HCl yang berbeda, dimana ketika praktikum sempat kehabisan HCl sehingga harus membuat lagi dan kemungkinan adanya perbedaan antara HCl yang pertama dengan HCl yang kedua.
Menurut Setiadji (2003), Semakin tinggi kualitas rokok atau cerutu maka semakin tinggi pula kandungan nikotinnya. Kuat fisiologi menerapkan istilah kriteria salah satu penilaian dari tembakau sehubungan dengan kandungan penyusun yang akan mempengaruhi fisiologi pemakai. Semakin tinggi kadar nikotinnya maka rasa yang dihasilkan akan semakain khas dan enak. Sehingga dari hasil analisa kadar nikotin dapat diketahui bahwa kualitas cerutu cardinal lebih baik dari cerutu argopuro dan rokok jarum super memiliki kualitas paling baik di antara sampel yang digunakan.
BAB 6. PENUTUP

6.1  Kesimpulan
1               Beberapa unsur yang berpengaruh terhadap mutu tembakau antara lain adalah ukuran dan bentuk daun, tulang dan lamina daun, tenunan daun, tebal daun, kepadatan jaringan, berat per satuan luas, elestisitas, body, mutu bakar, warna, aroma, rasa, sifat higroskopis, dan kandungan air.
2               Berat nisbi daun tembakau koseran46,37% dan daun kaki 38,2%.
3         Semakin kecil berat nisbi daun, mutunya semakin baik, terutama untuk pembalut dan pembungkus.
4               Tingkat alkalinitas daun tembakau pada praktikum ini adalah 2500CaCO3mg/L
5               Nilai higroskopis tergantung pada jenis dan cara penyimpanan tembakau. Pada praktikum ini tembakau yang disimpan dalam kardus tertutup lebih besar nilai higroskopisnya.
6               Semakin tinggi nilai higroskopisnya, maka daya pijar tembakau akan semakin rendah dan mutunya pun juga rendah.
7               Rokok Dji Sam Soe memiliki komposisi filler paling besar di antara yang lainnya.
8               Cerutu Argopuro memiliki komposisi omblad lebih besar daripada cerutu cardinal.
9               Kualitas cerutu cardinal lebih baik dari cerutu argopuro dan rokok jarum super memiliki kualitas paling baik di antara sampel yang digunakan karena memiliki kandungan nikotin lebih tinggi.

6.2  Saran
Berikan kemudahan untuk orang lain, maka anda akan mendapatkan kemudahan dalam hidup anda... d[^_^]b





DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006.Petunjuk Praktikum Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula dan Lateks. Jember: Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, THP FTP Universitas Jember.
Anonim. 2012. Petunjuk Praktikum Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula dan Lateks. Jember: Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, THP FTP Universitas Jember.
Cahyono. 1998. Cahyono, bambang.1998.Tembakau Budi Daya dan Analisis Usaha Tani.Yogyakarta: Kanisius.
Matnawi, 1997. Matnawi, H. 1997. Budi Daya Tembakau Bawah Naungan. Yogyakarta: Kanisius.
Mipanesia. 2010. Zat Kimia Dalam Rokok.
Padmo, S dan Djatmiko, E. 1991.Tembakau : Kajian Sosial-Ekonomi.Yogyakarta. Aditya Media.

Purbosayekti, Tutur Pamuji. 2010. Aspek Botani Tembakau. http://tuturpamuji.blogspot.com/2010/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html[29 November 2010].
Setiadji. 2003. Setiadji. 2003. Teknologi Pengolahan Tembakau. Jember: THP FTP Universitas Jember.
Tjiptadi, W. 1985.Pengokohan Tembakau Agroindustri. Bogor: Fateta IPB.

1 Komentar

  1. kalau ada yang mau mencari cerutu bisa hubungi kami https://cerutucigar.wordpress.com/

    BalasHapus

Posting Komentar