*) Ibrahim Aghil

Siang itu di hari jum'at, matahari sangat terik dan masih setia memanaskan padang pasir. Hembusan angin yang membawa butiran debu-debu pasir menghantam wajah-wajah yang penuh semangat. Musik dan nyanyian peperangan mengalun mengiringi pertemuan dua pasukan. Seribu pasukan dengan senjata lengkap, disertai dengan kuda-kuda perang yang gagah berjalan dengan angkuh. Di hadapannya telah menunggu 314 pasukan dengan persenjataan seadanya namun ketegaran dan semangatnya menembus batas-batas langit.

Pertempuran hari itu dimulai dengan perang tanding satu lawan satu. Tiga jagoan dari masing-masing kubu memainkan pedangnya dan menari-nari di panggung sudden death. Tak terima tiga jagoannya terbunuh dalam satu ronde, seribu pasukan bersenjata lengkap tersebut dengan penuh emosi maju menerjang 314 tentara yang telah bersiap menjemput kematiannya. Suara-suara logam yang beradu mengalun bersama nyanyian peperangan, bau anyir darah yang menyembur dari urat nadi, udara yang sesak oleh debu-debu, dan panas mentari siang itu memberikan kesan eksotis tersendiri bagi para perindu kematian.

Seribu pasukan hari itu kehilangan banyak pemimpin-pemimpinnya. 70 terbunuh, 70 tertawan, dan sisanya berlari meninggalkan medan pertempuran. 314 tentara kehilangan 14 pejuangnya, namun keteguhannya tak berkurang sedikitpun.

Bukan, ini bukan cerita tentang 300 pejuang sparta, mereka tak dipersiapkan sebelumnya. 314 tentara hanya ingin mengambil kembali haknya. 314 tentara itu percaya penuh dengan perintah Tuhannya di padang Badar hari itu.

***

Di suatu malam, di sebuah kota yang nampak mati tanpa kerlip lampu-lampu penerangan, sebuah mobil berjalan perlahan dengan penuh kewaspadaan. Setelah berbelok di tikungan terakhir, keluar 3 orang pemuda. Mereka berjalan menyusuri perkebunan dan tiba-tiba menghilang di balik rerimbunan semak dan pepohonan.

Waktu menunjukkan pukul 02.00 tepat. Tiba-tiba kota itu mendadak terang disertai suara dentuman keras. Tidak hanya sekali. Bahkan berlangsung sampai pagi.

Kota kecil di pesisir pantai itu sudah 22 hari dikepung kendaraan tempur berlapis baja dengan ribuan tentara bersenjata lengkap. Hampir tiap hari pesawat-pesawat canggih terbang meliuk-liuk diatas kota  itu menjatuhkan rudal-rudal yang mengukir suram di hamparannya. Berkali-kali pula roket-roket balasan meluncur entah dari mana asalnya membalas setiap bom yang dijatuhkan.

Tak ada yang tau terlahir dari mana dan terbuat dari apa pemuda-pemuda di kota itu. Hidup di lorong-lorong sempit, merakit roket di bengkel las, dapat muncul dan menghilang dimana saja dan kapan saja. Tak ada yang tahu siapa mereka karena topeng itu selalu terpasang diwajahnya.

Tapi hari ini, sejak 22 hari yang lalu, pemuda-pemuda dengan senjata sederhana mampu membunuh 150 pasukan yang menjajah negerinya, mengusir ribuan tentara lainnya, memaksa mundur kendaraan tempur musuh dari perbatasan negerinya. Apa keunggulan para pemuda itu? jumlah? senjata?

***
Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS: Al-Anfaal Ayat: 66)

Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna mengatakan, "Sesungguhnya kalian tidak akan dikalahkan oleh karena sedikitnya jumlah kalian, tidak oleh lemahnya sarana kalian, bukan karena besarnya jumlah musuh kalian, dan bukan pula karena konspirasi musuh terhadap kalian. Walaupun seluruh penduduk bumi berastu padu, mereka tidak akan mampu melukai kalian, kecuali sekadar apa yang telah ditetapkan Allah. Tapi kalian akan dikalahkan dengan kekalahan yang sangat telak dan kehilangan segala yang berhubungan dengan kemenangan dengan sebab apabila hati kalian rusak dan Allah tidak memperbaiki amal kalian; atau jika kalian tercerai berai dan berbeda pandangan."

Akhir-akhir ini saya merasakan kondisi yang kurang kondusif di tarbiyah saya. Perbedaan pendapat, perselisihan, kejumudan, bahkan penurunan kualitas semakin lama semakin terasa. Percepatan dan target kuantitas untuk sebuah orkestra kehidupan saya rasakan terlalu dipaksakan sehingga menurunkan kualitas tarbiyah anggotanya. Masa-masa kejayaan dengan akses fasilitas yang terbuka membuat kita semakin terlena dan yakin bahwa dengannya kita bisa meraih kemenangan.  Ibadah-ibadah seringkali dikerjakan hanya untuk kejar target dan setoran. Buku bacaan dan kajian-kajian tak kurang tetapi masih banyak diantara kita yang membaca dan mengikutinya sebagai seremonial penggugur kewajiban kader. Kita terlalu yakin dengan strategi, fasilitas, pengetahuan, dan melimpahnya dana yang kita miliki dapat mengantarkan kita pada kemenangan. Padahal ketaatan, kesabaran, dan keimanan-lah yang telah mengantarkan pasukan-pasukan kecil dengan segala keterbatasannya meraih kemenangan.

Musuh-musuh kita mempunyai sumberdaya yang lebih besar dari kita, mempunyai wawasan dan teknologi yang lebih canggih, jumlah mereka lebih banyak, tipu muslihat mereka sangat tinggi, lalu jika tanpa memperbaiki hubungan kita dengan Allah, perbaikan apa yang bisa kita harapkan dengan sumber daya yang kita miliki saat ini?

Maka...

Perbaikan pertama kali adalah memperbaiki hubungan kita dengan Allah kemudian memperbaiki hubungan kita dengan manusia.

Proses perbaikan harus dilakukan dengan cara kembali kepada keaslian dakwah yang memberikan pemahaman, sebelum tuntutan loyalitas sehingga dapat meminimalisir terjadinya taklid dan ashobiyah sesaat yang berujung pada kefuturan akibat salah orientasi.

Perbaikan harus dilakukan pada kerja-kerja kita yang tak jelas targetnya. Menyepelekan langkah-langkah untuk mencapainya. Bernafsu pada kuantitas dan tak sadar meremehkan kualitas. Menutup mata dari kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki demi pencitraan dengan memasang target yang utopis.

Perbaikan harus dilakukan dengan cara terbuka. Terbuka terhadap kritik, terbuka terhadap kelemahan diri, terbuka pada semua potensi yang muncul, terbuka terhadap perkembangan zaman dan memanfaatkannya sesuai proporsinya secara profesional.

Perbaikan ini harus kita mulai dari diri kita sendiri. Sebaik apapun sistem dirancang, jika individu-individu yang menjalankannya tidak meyakini kebenarannya, tidak bangga terhadapnya, dan tidak mempunyai keimanan yang tinggi pada Tuhannya, maka jalannya pun tak akan mulus.
Tegakkan Islam di dalam dirimu niscaya akan tertegak Islam di tanah airmu 
- Hassan al-Hudaybi (Mursyidul Am Ikhwanul Muslimin Ke-2 1949–1973)
Dan...

Berdo'alah! berdo'alah! berdo'alah! bekerja dan yakinlah!

-----
referensi:
Al Buthy, M.S.R. 1999. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press.
Ramadhan, A.A. 2014. Manhaj Ishlah. Surakarta: Era Adicitra Intermedia.


Post a Comment