Mari Kurangi Subsidi BBM Secara Merakyat | solusi selektif atasi problem bbm

Oleh: Ibrahim Aghil*

#Opening
Kenaikan harga BBM akibat pengurangan subsidi telah berkali-kali terjadi dengan berbagai alasan. Mulai dari alasan fiskal hingga alasan sosial. Beberapa alasan pemerintah mengurangi subsidi BBM antara lain karena BBM dinikmati juga oleh kalangan kaya, pengalihan alokasi untuk rakyat miskin, subsidi BBM membebani APBN akibat tingginya konsumsi BBM.

Pengurangan subsidi BBM yang mengakibatkan naiknya harga BBM ini selalu menjadi kontroversi. Beberapa pihak sepakat dengan alasan yang sama dengan alasan pemerintah, sebagian besar menolak dengan alasan kenaikan harga BBM berdampak sistemik terhadap seluruh barang dan jasa termasuk bahan pokok sehingga dampaknya akan merata, dan yang paling merasakan penderitaannya adalah kalangan bawah. Kebanyakan pendukung kenaikan harga BBM ini adalah kalangan menengah ke atas, sedangkan yang menolak kenaikan harga BBM mayoritas adalah kalangan menengah ke bawah.

Hal lain yang perlu saya ceritakan di sini, di awal tulisan ini karena bisa menjadi sebuah contoh unik dan perlu diapresiasi adalah program revolusi energi Pak SBY. Salah satu revolusi energi beliau adalah pengalihan penggunaan minyak bumi ke gas. Program ini unik karena diawali dengan pembagian set kompor gas sehingga lonjakan yang tinggi kenaikan harga minyak bumi dari Rp 2.000,- menjadi Rp 7.000,- tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.

#Main
Secara pribadi saya setuju dengan pengurangan subsidi BBM, tetapi tidak dengan cara yang dilakukan pemerintah selama ini. Sebenarnya kita bisa mengurangi subsidi BBM tanpa menyebabkan kenaikan harga BBM dengan cara menyelesaikan penyebab-penyebabnya.

Kita semua pasti setuju dengan program pengalihan sebagian anggaran subsidi BBM ke sektor produktif. Kita semua juga tahu dan memaklumi bahwa subsidi BBM membebani APBN. Akan tetapi mayoritas rakyat Indonesia tidak setuju dengan kenaikan harga BBM.

Pengalihan subsidi yang berakibat pada naiknya harga BBM bisa menimbulkan banyak efek buruk. Tiga diantaranya adalah:
Pertama: Masyarakat yang mayoritas tidak mampu harus menanggung biaya hidup yang tinggi. Daya beli masyarakat akan turun sehingga peluang masalah kemiskinan, kurang gizi, dan putus sekolah akan meningkat.

Kedua: Program pengalihan subsidi ke sektor produktif (dengan cara pemerintah) yang mengakibatkan tingginya harga BBM tidak banyak merubah keadaan. Dana subsidi yang dialihkan untuk pembangunan semisal tol laut, sumbangan alat pendingan, dan dana tunai melalui "kartu sakti" perlu ditinjau ulang. Ketika harga BBM naik, tentu biaya pembangunan, biaya pengadaan, dan biaya hidup juga naik. Pertanyaannya, apakah pengalihan dana tersebut efektif? apakah dana tersebut cukup untuk pembangunan tol? cukup untuk pengadaan bantuan? dan apakah bantuan langsung melalui "kartu sakti" cukup untuk mensejahterakan dan meringankan beban rakyat akibat tingginya harga-harga?

Ketiga: Banyak produsen minyak asing yang melirik sektor hilir Indonesia sangat potensial. Akan tetapi harga BBM mereka (perusahaan asing) lebih tinggi daripada harga BBM di Indonesia sehingga mereka sulit bersaing di pasar Indonesia. Naiknya harga BBM saat ini yang membuat harga BBM di Indonesia mendekati harga pasar global, membuat perusahaan-perusahaan minyak asing semakin bisa bersaing di pasar Indonesia.

Namun, APBN Indonesia juga sangat terbebani karena harus menanggung subsidi BBM yang begitu besar sedangkan masih banyak sektor-sektor lain yang membutuhkan perhatian. Oleh karena itu, diperlukan terobosan baru mengurangi subsidi BBM tanpa menyebabkan naiknya harga BBM.

#Solusi
Ketika biaya hidup tinggi, meningkatkan pendapatan adalah hal yang paling baik utnuk dilakukan. Begitu juga dengan negara. Ketika APBN terbebani maka langkah terbaik adalah meningkatkan pendapatan negara. Sumber pendapatan negara salah satunya adalah sektor pajak dan retribusi.

Menaikkan harga BBM merupakan solusi massif sedangkan menaikkan pendapatan utamanya sektor pajak dan retribusi merupakan solusi selektif. Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin mensejahterakan rakyat, maka solusi yang diambil harusnya bukan seleksi massif, tetapi solusi selektif.

Bagaimana pajak dan retribusi bisa menjadi solusi selektif?

Selama ini gap atau jurang antara rakyat kaya dan rakyat miskin sangat besar. Untuk mengurangi gap dan untuk pemerataan ekonomi maka diperlukan distribusi keuangan yang bagus. Hal ini dapat diwujudkan dengan menaikkan pajak barang mewah, seperti mobil mewah, rumah mewah, pajak korporasi besar, dan yang semisal. Selain itu, alasan konsumsi BBM yang juga dinikmati oleh orang-orang kaya bisa teratasi dengan pajak yang tinggi tersebut karena terjadi subsidi silang. Tambahan pendapatan negara dari pajak barang mewah tersebut dapat digunakan untuk membiayai program-program kesejahteraan rakyat, salah satunya adalah perbaikan sarana dan prasarana moda transportasi masal.

Manaikkan retribusi parkir untuk mobil pribadi dan motor dengan cc besar juga bisa menjadi solusi selektif. Solusi selektif lainnya adalah dengan memberlakukan pajak jalan untuk mobil pribadi. Pemberlakuannya bisa seperti model jalan tol atau seperti sistem Electronic Road Pricing (ERP) di Jakarta. Tingginya tarif retribusi parkir mobil pribadi dan pemberlakuan pajak jalan selain dapat meningkatkan pendapatan negara, juga akan menyebabkan masyarakat berpikir ulang ketika akan menggunakan mobil pribadi. Keadaan tersebut  memicu revolusi transportasi dari penggunaan transportasi pribadi beralih ke transportasi masal. Dengan banyaknya yang beralih ke transportasi masal, maka hal ini juga dapat menjadi solusi bagi kemacetan dan polusi udara karena pemakaian kendaraan pribadi di jalan akan berkurang.

#Konklusi
Pajak jalan dan retribusi parkir yang tinggi yang disertai dengan perbaikan transportasi masal tersebut selain dapat menambah pendapatan negara, mengurangi kemacetan akibat penggunaan mobil pribadi, juga dapat mengurangi konsumsi BBM yang selama ini dikonsumsi oleh mobil pribadi. Berkurangnya konsumsi BBM tersebut tentu juga akan menjadikan BBM yang disubsidi berkurang. Dengan begitu subsidi BBM bisa dikurangi tanpa harus menaikkan harga BBM.

#Closing
Berbeda dengan menaikkan harga BBM yang menjadi solusi massif yang berdampak sistemik dan massif. Solusi selektif tersebut hanya akan dirasakan oleh kalangan atas yang selama ini selalu mendukung dan tegar terhadap kenaikan BBM. Dan tidak akan berdampak secara nyata terhadap biaya hidup rakyat menengah ke bawah.

Sebenarnya masih banyak solusi lain selain menaikkan harga BBM, jika pemerintah mau berfikir dan berani melawan pengaruh asing.

*) Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember

Post a Comment