Oleh Ibrahim Aghil

Sebenarnya kisah ini sudah lama dan mungkin teman-teman sudah banyak yang tau. Sebut saja kisah ini dengan judul "wasiat". Walaupun kisah "wasiat" ini familiar, saya tetap ingin membahasnya berdasarkan persepsi saya karena akhir-akhir ini banyak sekali perbedaan yang dipertentangkan di hadapan saya. Mari kita mulai saja kisahnya...

Alkisah, disuatu kota hiduplah seorang pengusaha kaya yang mempunyai dua orang anak yaitu ibnu dan rijal. Suatu saat ketika pengusaha tersebut akan meninggal dunia, dia berwasiat kepada kedua anaknya tersebut. "Anakku telah aku bagi perusahaanku menjadi dua dengan nilai yang sama untuk kalian berdua. Tolong jagalah dengan baik. Kalian akan berhasil dengan dua syarat. Pertama, ketika pergi dan pulang kerja jangan sampai kalian terkena sinar matahari. Kedua, Janganlah kalian menagih hutang yang kalian berikan." ujar pengusaha sebelum wafatnya.

10 tahun kemudian...

Istri pengusaha, ibu dari rijal dan ibnu, merasa sangat kangen dengan anak-anaknya sehingga dia berniat mengunjungi anak-anaknya.

Pertama ia berkunjung ke rumah ibnu. Rumahnya sederhana, tidak semegah dulu. Si Ibu juga mendapati bahwa perusahaan ibnu mengalami banyak kerugian. Ibunya kemudian bertanya kepada ibnu, "Megapa rumahmu sekarang tidak semegah dulu? perusahaanmu pun banyak mengalami kerugian. Apa yang terjadi?".

Ibnu menjawab, "Semua ini terjadi karena saya mematuhi wasiat Ayah. Ayah menyuruhku untukpergi dan pulang tidak terkena sinar matahari sehingga saya harus naik taksi tiap pergi dan pulang kerja yang membuat biaya transportasi membengkak. Selain itu Ayah juga berpesan agar aku tidak menagih hutang yang aku berikan sehingga semakin hari modal usahaku menipis."

Setelah beberapa hari di rumah Ibnu, si Ibu kemudian berkunjung ke rumah Rijal. Ibu tersebut bahagia ketika berada di rumah Rijal karena anaknya telah sukses dan perusahaannya berkembang pesat. Si ibu heran dengan perbedaan nasib anaknya si Ibnu dan si Rijal. Ia pun bertanya kepada Rijal, "Bagaimana kamu bisa sesukses ini? padahal saudaramu mengalami kerugian, apa rahasianya?"

Rijal menjawab, "Rahasianya adalah karena saya mengikuti wasiat Ayah. Beliau berpesan agar ketika saya pergi dan pulang kerja tidak terkena sinar matahari sehingga saya berangkat petang dan pulang petang. Hal ini membuat perusahaan saya buka lebih awal dari yang lain dan tutup lebih akhir dari yang lain sehingga omset saya meningkat. Selain itu, Ayah juga berpesan agar saya tidak menagih hutang yang saya berikan sehingga saya pun tidak memberikan hutang kepada siapapun agar saya tidak menagih hutang. Hal tersebut membuat modal saya berputar dengan lancar dan semakin berkembang."

Lihatlah... Perbedaan itu indah. Dalam satu keluarga, satu Ayah, satu wasiat bisa menghasilkan dua penafsiran, dua tindakan, dan dua hasil yang berbeda.

Apakah Ibnu salah? TIDAK, dia melaksanakan wasiat Ayahnya sesuai penafsirannya yang tekstual dan semangat tinggi dalam mengabdi.

Apakah Rijal salah? TIDAK dia juga melaksanakan wasiat ayahnya dengan penafsirannya yang kreatif dan moderat.

meskipun berbeda SEMUANYA BENAR karena sumbernya sama, yaitu wasiat Ayah dan hasil penafsirannya pun masih "on the track" tidak menyimpang dari inti pokok wasiat, hanya saja cara menafsirkannya saja yang berbeda.

Tetapi...

Meskipun sama-sama benar, hasil yang ditimbulkan dari cara penafsiran yang berbeda tersebut benar-benar beda. Ibnu dengan tafsir tekstualnya mengalami kebangkrutan sedangkan Rijal dengan tafsir kreatif dan moderatnya mendapatkan keuntungan.

Dari sini kita bisa ambil pelajaran bahwa dalam menentukan langkah dan mengamalkan wasiat jangan langsung melihatnya secara tekstual tetapi pahami juga track utamanya kemudian tujuannya. Setelah itu, pelajari pesan-pesan tersembunyi dan lakukan kreatifitas untuk mencapai tujuan tersebut tanpa keluar dari track.

Begitu juga ketika kita memahami Kitab petunjuk Hidup kita, Al-Qur'an wasiat Sang Pencipta. Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab yang padat dan rumit struktur bahasanya agar kita berfikir.

"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya (dengan menggunakan akal)." [QS. Yusuf:2]

"Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an berbahasa arab supaya kamu berfikir" [QS. Az Zukhruf:3]

Perbedaan pendapat dan sikap dalam menafsirkan Al-Qur'an atau menghukumi sesuatu merupakan hal yang lumrah. Jika sumbernya dari Al-Qur'an dan Hadits semuanya benar selama tidak keluar dari dasar Islam yaitu Tauhid. Kalian mau menafsirkan secara tekstual atau secara kreatif tak ada masalah selama masih "on the track" dan tujuannya adalah sesuai dengan visi Islam yang Rahmatan lil 'Alamin.

Pesan saya, jangan sampai seperti Ibnu, dengan semangat tinggi, dengan pemahaman tekstual yang sempit, tidak memperhitungkan keadaan "extraordinary", walaupun benar, akhirnya rugi.

Bahwa taat tidak berarti harus sesuai dengan pesan tersirat, akan tetapi lebih pengamalan maksud pada pencapaian tujuan.

Ibnu memang melakukan sesuai secara persis kata-kata pada pesan Ayahnya tetapi ia lupa bahwa perintah utamanya adalah menjaga agar usahanya tetap berjaya.

Rijal, walaupun dia tidak melaksanakan perintah Ayahnya secara persis dengan kata-kata dalam pesan Ayahnya, tetapi ia kreatif dan lebih memahami bahwa intinya adalah menjaga perusahaan agar tetap berjaya.

kamu Ibnu atau Rijal? :D

Post a Comment