BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karet alam merupakan salah
satu hasil pertanian yang penting karena memegang peranan penting dalam
meningkatkan taraf hidup taraf hidup manusia, karena banyak menghasilkan devisa
negara. Karet alam dihasilkan dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat.
Umumnya karet rakyat bermutu rendah karena alat dan cara pengolahannya masih
sangat sederhana.
Di Indonesia, sebagian besar perkebunan yang ada
merupakan perkebunan rakyat. Namun, petani perkebunan rakyat ini sebagian besar
tidak menentukan besarnya pengeluaran dalam pengusahaan karet, padahal karet
alam memerlukan penanganan
sebaik-baiknya agar menguntungkan, apalagi jika harus dibandingkan dengan karet
sintetis dimana harganya bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
Karet alam menunjukkan harga yang tidak stabil karena makin meningkat
produksi karet sintetis misal butty rubber (BR), styrene butadin rubber (SBR)
dan lain-lain. Jenis karet sintetis ini mempunyai sifat-sifat khusus yang labih
baik dibandingkan dengan karet alam. Oleh karena itu, perlu dipelajari
sifat-sifat karet alam dan cara pengolahannya yang baik dan benar sehingga
dapat menghasilkan karet yang berkualitas dan petani perkebunan karet dapat
menghasilkan karet alam yang mampu bersaing dengan karet sintetis.
1.2. Tujuan Praktikum
1.2.1 Umum
Praktikan dapat
memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor proses, pengendalian proses
dan mutu yang dihasilkan.
1.2.2 Khusus
1.
Praktikan dapat
menjelaskan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap kualitas karet yang dihasilkan,
2.
Praktikan dapat
menjelaskan beberapa macam proses pengolahan karet alam yaitu karet sheet, crepe, lateks dan crumb rubber,
3.
Praktikan dapat
menjelaskan cara-cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe, lateks dan crumb
rubber.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Karet
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada
beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang
tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet
terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun
utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya
terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun
karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing.Tepinya
rata dan gundul. Biji karet terdapat
dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai
dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat
kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat
dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang
batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar (Setyamidjaja, 1993).
Tanaman karet adalah tanaman
daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15o
LS dan 15o LU. Bila di tanam di luar zone tersebut, sehingga memulai
pertumbuhannya pun lebih lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat (Siregar,
2009).
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Kingdom/Philum :
Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisi : Angiospermae (biji berada dalam
buah)
Kelas : Dycotyledonae (biji berkepin dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiales
Genus : Hevea
Spesies :
Hevea bransiliensis
(Cahyono, 2010).
Struktur anatomi batang karet terdiri dari lapisan gabus yang tipis,
bagian kulit yang keras yang berisi banyak sel-sel batu yang sel-selnya semakin
ke dalam semakin menipis, dan lateks yang terbentuk dari sel parenkim dan
kelompok lateks pembuluh- pembuluh, di dalam kambium. Konsentrasi lateks
meningkat di daerah sekitar kambium sehingga dengan bagian batang karet yang
baik untuk ditoreh adalah di sekitar kambium tetapi tanpa mengenai daerah
cambium.
Gambar (a) Dinding sel-sel yang saling bersambung-sambung membentuk lateks.
Gambar (b) Anatomi batang tanaman karet yang terdiri dari sel-sel gabus, sel-sel batu, dan jaringan lateks
(Triwijoso,
1995).
2.2. Definisi Lateks
Lateks adalah suatu istilah
yang dipakai untuk menyebut getah yang dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks
terdapat pada bagian kulit, daun dan integument biji karet. Lateks diperoleh
dari tanaman Hevea brasiliensis,
diolah dan diperdagangkan sebagai bahan industri dalam bentukkaret sheet,
crepe, lateks pekat dan karet remah (Crumb
rubber). Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan
bukan karet yang tersupensi di dalam suatu media yang banyak menganding
bermacam-macam zat. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut
sempurna, melainkan terpencar secara atau merata di dalam air.
Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat
menembus saringan (Tim Penulis PS, 1999).
Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen yang
pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang
terkandung secara merata, biasa disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang
larut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya
termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah butir-butir karet yang
dikelilingi lapisan tipis protein.
Lateks dalam getah yang
dikeluarkan oleh pohon karet, warnanya putih susu sampai kuning. Lateks
mengandung 25-40 % bahan karet mentah (crude
rubber) dan 60-77 % serum (air dan zat yang larut). Karet mentah mengandung
90-95 % karet murni, 2-3 % protein, 1-2 % asam lemak, 0,2 % gula, 0,5 % garam
dari Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe. Karet alam adalah hidrokarbon yang
merupakan mikromolekul poliisoprene (C5H8)n
dengan rumus kimia 1,4-cis-poliisoprene. Partikel karet tersuspensi atau
tersebar secara merata dalam serum lateks dengan ukuran 0.04-3.00 mikron dengan
bentuk partikel bulat sampai lonjong (Triwijoso, 1995).
2.3 Pengolahan Karet Secara Umum
Dalam hal proses pengolahan lateks di tempat pengolahan atau pabrik,
biasanya memiliki urutan kerja tertentu untuk menghasilkan hasil olah lateks
berupa lembaran (sheet). Pengolahan sheet oleh perkebunan dilaksanakan di
pabrik pengolahan dengan menggunakan peralatan yang lebih baik dan dengan
kapasitas yang lebih besar. Oleh karena itu, sheet yang dihasilkan berkualitas
tinggi. Standar kualitas yang tinggi tersebut dapat dicapai karena proses
pembuatannya dilaksanakan sesuai dengan persyaratan pengolahan yang memenuhi
standar.pekerjaan tersebut meliputi:
1.Penerimaan
lateks
Lateks hasil penyadapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut
dengan tangki yang ditarik truk ke pabrik. Dipabrik lateks diterima dan di
campur dalam bak penerimaan. lateks yang dimasukan ke dalam bak penerimaan
harus disaring terlebih dahulu untuk mencegah aliran lateks yang terlalu deras
dan terbawanya lump atau kotoran lainnya.
2.Pengenceran
lateks
Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan kadar
karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet yang terkandung
dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku sesuai dengan yang diperlukan
dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13%, 15%, 16%, atau20% sesuai dengan
kondisi dan peralatan setempat.
3.Pembekuan
lateks
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir butir karet
yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum.
Untuk membuat koagulum ini lateks pelu dibubuhi obat pembeku(koagulan) seperti
asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya poses koagulasi
adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil
sadapan mempunyai pH 6,5. supaya tidak terjadi pengumpalan,pH yangmendekati
netral tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik
isoelektris atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan pertikel pertikel
karet, sehingga partikel partikel karet tersebut dapat menggumpal menjadi satu.
Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhi asam semut 1% atau asam cuka 2% ke
dalam lateks yang telah diencerkan(Lukman. 1985).
4.Penggilingan
Koagulum yang didapatkan dari lateks tersebut di ambil dan digiling
dengan mesin penggiling manual atau otomatis. Mesin penggiling tersebut terdiri
dari mesin penggiling halus dan mesin penggiling cetakan. Tujuan dari gilingan
ini adalah:
·
Mengubah koagulum menjadi lembaran lembaran yang
mempunyai lebar,panjang dan tebal tertentu
·
Untuk mengeluarkan serum yang terdapat di dalam
koagulum
5.Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan sheet supaya tahan lama saat
disimpan karena dengan menggunakan asap yang mengandung fenol akan dapat
mencegah tumbuhnya mikroorganisme dalam sheet, untuk mengeringkan sheet supaya
tida mudah diserang mikroorganisme, untuk memberikan warna coklat muda dengan
asap sehingga mutunya meningkat. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan
kayu bakar dan panas. Perlu pengaturan sirkulasi udara dan jumah asap untuk
mendapatkan hasil pengeringan yang baik.
Lembaran lembaran yang telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya
akan dikeringkan dengan cara dijemur pada selayan selayan di pabrik. Salah satu
alasan kenapa di pabrik selalu tinggi bertujuan sebagai penjemuran lembaran
sheet. Lembaran lembaran yang telah dihasilkan dari mesin penggiling
selanjutnya akan dikeringkan dengan cara dijemur pada selayan selayan di
pabrik. Salah satu alasan kenapa di pabrik selalu tinggi bertujuan sebagai
penjemuran lembaran sheet (Williams, 1975).
6. Sortasi dan
Pembungkusan
Setelah diasap dan dikeringkan, maka sheet dapat dipilih berdasarkan
beberapa macam kriteria mutu tertentu. Dasar penentuan mutu RSS secara visual
dan organoleptik adalah sebagai berikut:
-
jumlah kapang
-
keseragaman warna
-
noda oleh benda asing (kebersihan)
-
gelembung udara
-
kekeringan
-
berat antara 1-1,5 kg per lembar
-
tebal sheet 2,5-3,5 mm dan lebarnya 4,5 mm
(Djumarti,2011).
Kegiatan sortasi ini biasanya dilakukan di atas meja sortasi kaca
berwarna putih susu (Setyamidjaja,
1993).
2.4 Perbedaan Pengolahan Karet Crepe dan
Sheet
Pada
dasarnya pengolahan karet sheet sama dengan karet crepe hanya terletak pada
pengenceran air yang digunakan KKK 20% untuk karet crepe bila karet sheet 15%,
pada proses penggilingan karet crepe itu rata tidak berpatron, kasar tidak
licin. Saat proses pengeringan karet crepe tidak dilakukan pengasapan karena
karet crepe harus berwarna putih (Anonim, 2011).
2.5 Manfaat lateks secara umum
Untuk pembuatan
barang-barang dari lateks, maka konsentrat lateks cair pertama-tama dicampur
dengan beberapa bahan kimia kompon, setelah itu cetakan bentuk yang diinginkan
dicelupkan ke dalam campuran lateks agar terjadi pengendapan lapisan lateks
tipis. Pencelupan bisa dilakukan menggunakan atau tanpa menggunakan bahan kimia
penstabil (yakni celup penggumpal atau celup langsung). Pada umumnya, pelumeran
dilakukan pada tahap proses tertentu, dan produk diawetkan pada suhu
100°-120°C. Pembuatan kompon karet kering
adalah untuk memproduksi berbagai produk
elastis yang berguna dengan menggunakan zat pengikat silang (cross-linking
agents). Lateks banyak
digunakan untuk bahan baku pembuatan karet kering yang selanjutnya menjadi
bahan mentah untuk industri pembuatan ban, pipa
karet, selang, sepatu/sandal, komponen otomotif, komponen engineering, lem, dan
beberapa peralatan rumah tangga (Anonim.2011)
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
- Oven
- Pipet ukur 10 ml, 1 ml
- Bulb pipet
- Pnetrometer
- Plastik
- Beaker glass
- Spatula
- Saringan
- Botol plastik tempat
lateks segar
- Alat press / penggiling
- Penangas / hot plate
- Neraca analitik
3.1.2 Bahan
- Lateks segar
- Asam format 1%
- Asam asetat 1%
- Amoniak
- CMC 1%
- Air
3.2 Skema Kerja
|
|
3.2.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama
Pemisahan terhadap
Sifat-sifat Lateks Pekat
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1
Perhitungan KKK Lateks Segar
Perlakuan
|
a gram
|
b gram
|
BG 1 ( + asam format 1%)
|
98,28
|
42,82
|
BG 2 (+ asam asetat 1%)
|
93,13
|
46,08
|
4.1.2
Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Perlakuan
|
KK (%)
|
KE (%)
|
N (ml)
|
BG 1 ( + asam format 1%)
|
42,85
|
15
|
100
|
BG 2 ( + asam asetat 1%)
|
46,1
|
15
|
100
|
4.1.3
Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap Sifat-sifat Lateks Pekat
- Viskositas
Sampel
|
Hari ke-4
|
Hari ke-5
|
Hari ke-6
|
5 ml CMC
|
30
|
14
|
11
|
6 ml CMC
|
60
|
34
|
12
|
7 ml CMC
|
9
|
10
|
5
|
Semakin (+) semakin kental (padat)
- Warna
Sampel
|
Hari ke-4
|
Hari ke-5
|
Hari ke-6
|
5 ml CMC
|
+1
|
+2
|
+3
|
6 ml CMC
|
+3
|
+3
|
+4
|
7 ml CMC
|
+2
|
+4
|
+5
|
Semakin (+) semakin gelap
- Bau
Sampel
|
Hari ke-4
|
Hari ke-5
|
Hari ke-6
|
5 ml CMC
|
+2
|
+3
|
+4
|
6 ml CMC
|
+3
|
+4
|
+5
|
7 ml CMC
|
+1
|
+5
|
+6
|
Semakin (+) semakin menyengat
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Perhitungan KKK
Lateks Segar
Perlakuan
|
FP (%)
|
KKK (%)
|
||
Penambahan Asam Format 1%
|
56,4
|
42,85
|
||
Penambahan Asam Asetat 1%
|
50,5
|
46,1
|
||
4.2.2 Pengenceran Lateks
pada Pembuatan Karet Sheet
Perlakuan
|
AT (ml)
|
Penambahan Asam Format 1%
|
185,67
|
Penambahan Asam Asetat 1%
|
207,33
|
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Pengertian Lateks
Lateks adalah suatu istilah
yang dipakai untuk menyebut getah yang dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks
terdapat pada bagian kulit, daun dan integument biji karet. Lateks diperoleh
dari tanaman Hevea brasiliensis,
diolah dan diperdagangkan sebagai bahan industri dalam bentukkaret sheet,
crepe, lateks pekat dan karet remah (Crumb
rubber). Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan
bukan karet yang tersupensi di dalam suatu media yang banyak menganding
bermacam-macam zat. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut
sempurna, melainkan terpencar secara atau merata di dalam air.
Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat
menembus saringan (Tim Penulis PS, 1999).
Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen yang
pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang
terkandung secara merata, biasa disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang
larut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya
termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah butir-butir karet yang
dikelilingi lapisan tipis protein.
Lateks adalah getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan banyak
tumbuhan dan membeku ketika terkena udara bebas. Selain tumbuhan, beberapa hifa
jamur juga diketahui menghasilkan cairan kental mirip lateks. Pada tumbuhan,
lateks diproduksi oleh sel-sel yang membentuk suatu pembuluh tersendiri,
disebut pembuluh lateks. Sel-sel ini berada di sekitar pembuluh tapis (floem)
dan memiliki inti banyak dan memproduksi butiran-butiran kecil lateks di bagian
sitosolnya. Apabila jaringan pembuluh sel ini terbuka, misalnya karena keratan,
akan terjadi proses pelepasan butiran-butiran ini ke pembuluh dan keluar
sebagai getah kental. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet
(non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks juga merupakan suatu larutan
koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu
media yang mengandung berbagai macam zat. Di dalam lateks mengandung 25-40%
bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum yang terdiri dari air dan
zat yang terlarut. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3%
protein, 1-2% asam lemak, 0.2% gula, 0.5% jenis garam dari Na, K, Mg, Cn, Cu,Mn
dan Fe. Partikel karet tersuspensi atau tersebar secara merata dalam serum
lateks dengan ukuran 0.04-3.00 mikron dengan bentuk partikel bulat sampai
lonjong (Triwijoso, 1995).
Sifat lateks yaitu warna lateks putih susu
kuning. Kandungan lateks
yaitu bahan karet mentah 25 – 40 %
dan serum 60 – 70 %. Bahan mentah karet terdiri dari :
1.
Karet murni 90-95%
2.
Protein 2-3%
3.
Asam Lemak 1-2%
4.
Gula 0,2%
5.
Garam Na, K, Mg, Ca, Cu, Mn, dan Fe 0,5%
(Djumarti,
2011).
5.2 Mekanisme Penambahan Asam Format, Asam Asetat, Amoniak, dan CMC
5.2.1
Penambahan Asam Format dan Asam Asetat
Lateks
mempunyai pH 6,9 - 7,2 terdapat dalam bentuk cair karena bermuatan negatif, tetapi bila ditambahkan asam organik atau
anorganik misal asam asetat dan asam format
sampai pH
mendekati titik isoelektrik (pH 3,8 - 5,3 atau 4,2) maka terjadi penggumpalan
lateks dimana dengan adanya penambahan asam asetat dan asam format yang
berlebihan atau sekaligus diberikan maka
akan terjadi penambahan muatan positif sehingga antara partikel terjadi
kekuatan saling tolak-menolak
atau lateks masih dalam keadaan cair. Kestabilan
lateks dipengaruhi muatan listrik dari lateks. Muatan listrik tergantung dari pH lateks. Pada pH
tertentu muatan listrik akan mencapai nilai 0 yaitu pada titik isoelektrik dan
pH berkisar 4,2 - 4,7. Pada pH tersebut protein tidak stabil,
tetapi
pada pH ini lateks tidak segera menggumpal karena partikel masih diselubungi
mantel air. Dengan tidak
stabilnya protein maka protein akan menggumpal dan lapisan ini akan hilang
sehingga antar butir terjadi kontak dan akhirnya menggumpal. Dalam
kenyataannya keadaan ini sukar tercapai atau terjadi karena partikel karet sudah saling
berlekatan sehingga meskipun bermuatan positif, karetnya sendiri sukar untuk
menjadi yang lebih kecil seperti dalam keadaan semula (Djumarti, 2011).
5.2.2
Penambahan Amoniak
Menurut
Suharto (1978), adanya ion OH- di dalam lateks setelah penambahan
amoniak dapat memperbesar kebasaan lateks sehingga pH lateks menjadi 9-10,
dengan demikian dapat menambah muatan negatif di sekeliling karet. Ion OH-
dihasilkan dari reaksi keseimbangan amoniak di dalam air, seperti diperlihatkan
dalam persamaan reaksi sebagai berikut :
Ion OH- tersebut dapat menetralkan adanya asam
yang telah terbentuk pada lateks. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Lutoid yang terdapat pada lateks segar mengandung ion Mg2+
dan Ca2+ yang dapat mengganggu kemantapan lateks. Ion-ion tersebut
dapat dipisahkan dengan membentuk kompleks pada reaksi antara ion fosfat yang
secara alamiah terkandung di dalam serum dengan amoniak yang telah ditambahkan
pada lateks segar. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Mg2+ +
NH4+ PO43- Ã MgNH4PO4
Kompleks tersebut mengendap dan dapat dipisahkan melalui
penyaringan (Handoko, 1995).
5.2.3
Penambahan CMC
Penambahan
CMC menyebabkan sistem koloid lateks menjadi sangat labil. Oleh karena itu,
sistem segera memberikan reaksi untuk mencapai kestabilan yang baru. Tingkat
kestabilan yang lebih baik berangsur-angsur dicapai sistem dalam periode waktu
satu malam. Satu bagian atom hidrogen pada gugus hidroksi dalam CMC diganti
dengan gugus natriumkarboksimetil (-CH2COONa). Kelarutan CMC
dipengaruhi oleh derajat substitusinya (DS). Karboksimetilselulosa dengan DS
lebih kurang atau sama dengan 0,3 larut dalam alkali, sedangkan pada DS lebih
besar dari 0,4 Na-CMC bersifat larut dalam air. Secara teoritis CMC memiliki DS
maksimal tiga karena gugus anhidro glukosa memiliki tiga buah gugus hidroksil
yang dapat digantikan dengan gugus natriumkarboksimetil (Loo, 1973).
5.3 Fungsi Perlakuan
5.3.1
Perhitungan KKK Lateks Segar
Pada acara perhitungan
KKK lateks segar, pertama-tama diambil lateks segar masing-masing sebanyak 100 ml. Kemudian masing-masing ditimbang dalam beaker
glass sebagai a gram untuk mengetahui berat bahan. Selanjutnya beaker glass satu diberi tambahan asam format 1% sebanyak
10 ml untuk menggumpalkan lateks, sedangkan beaker glass yang lain ditambahkan
asam asetat 1% sebanyak 10 ml yang berfungsi untuk menggumpalkan lateks. Penggunaan bahan tambahan yang berbeda ini berfungsi untuk mengetahui
bahan formulasi
tambahan yang lebih cepat dan lebih baik untuk menggumpalkan lateks. Setelah itu, dipanaskan untuk mempercepat reaksi getah karet dengan asam yang ditambahkan tersebut dan diaduk hingga menggumpal untuk memisahkan serum dengan lateks. Lalu dilakukan pengepresan untuk menghilangkan
air dari gumpalan karet. Hal ini dilakukan selain untuk mengeluarkan sebagian air juga untuk memperluas permukaan
sheet dengan menipiskannya. Kemudian karet dikeringkan untuk
menghilangkan sisa-sisa air yang keluar saat pengepresan. Setelah pengeringan
selesai, dilakukan penimbangan sebagai b gram untuk
mengetahui berat bahan setelah dilakukan pengepresan. Lalu dihitung nilai FP untuk
mengetahui persentase FP yang nantinya digunakan untuk mencari nilai KKK lateks
segar.
5.3.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Pada acara pengenceran lateks
pada pembuatan karet sheet ini pertama-tama lateks segar sebanyak 100 ml disaring untuk mendapatkan lateks yang
murni dan bersih. Selanjutnya ditentukan
nilai KK dan
KE nya untuk mengetahui jumlah air yang
harus ditambahkan pada latek segar tersebut. Setelah itu, ditambahkan air sesuai
perhitungan
tersebut agar penambahan air tidak mengakibatkan penurunan kualitas lateks
segar.
5.3.3
Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan
Lama Pemisahan terhadap Sifat-sifat Lateks Segar
Pada acara pengaruh
penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks segar ini,
pertama-tama lateks segar disaring untuk memisahkan lateks dari kotorannya dan dimasukkan ke dalam 3
beaker glass masing-masing sebesar 100 ml. Setelah itu masing-masing
ditambahkan amoniak sebanyak 0,5 ml sebagai pengawet karena amoniak sangat
efektif dan relatif lebih murah dibandingkan dengan pengawet lainnya dalam memantapkan
lateks. Kemudian pada
beaker glass pertama ditambahkan CMC 1 % sebanyak 5 ml,
beaker glass kedua ditambahkan CMC 1% sebanyak 6 ml, dan beaker glass ketiga
ditambahkan CMC 1% sebanyak 7 ml. Penambahan CMC 1% ini berfungsi untuk memisahkan serum dengan
dadih dan
perbedaan jumlah penambahan dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan
jumlah penambahan. Setelah dilakukan penambahan CMC 1%, kemudian lateks diaduk dan dibiarkan selama 4, 5, dan 6 hari. Perbedaan waktu ini bertujuan untuk mengetahui waktu optimal pengaruh penambahan yang menghasilkan karet paling baik. Selanjutnya diamati viskositas/ tekstur, warna, dan aroma untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada masing-masing bahan sehingga dapat
diketahui perlakuan yang menghasilkan kualitas karet yang paling baik.
5.4 Analisa Data
5.4.1
Perhitungan KKK Lateks Segar
Dari
hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan nilai KKK pada perlakuan penambahan
asam format 1%, sebesar 42,85%
dengan FP 56,4%. Sedangkan pada penambahan asam asetat 1% didapatkan nilai KKK sebesar 46,1% dengan FP 50,5%. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa
nilai KKK pada penambahan asam asetat 1% lebih besar daripada penambahan asam
format 1%. Hal ini disebabkan karena perbedaan pada proses
pengeringannya. Pengepresan dengan tekanan dan waktu
pengepresan pada praktikum ini tidak ditentukan sehingga kadar air yang
terkandung dari karet hasil pengeringan
tidak sama satu dengan yang
lain, sehingga berat basahnya berbeda. Perbedaan
berat basah tersebut menghasilkan nilai KKK yang berbeda. Selain
itu semakin kecil FP maka KKK akan semakin besar.
5.4.2
Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Sheet
Dari hasil pengamatan dan perhitungan pada acara
pengenceran lateks ini didapatkan nilai KE sebesar 15%. Untuk penambahan asam format 1% didapatkan nilai KK sebesar 42,85% dan pada penambahan asam asetat 1%
didapatkan nilai KK sebesar 46,1%. Jika dibandingkan dengan standar nilai untuk KE yaitu 15% dan untuk KK sebesar 20%, maka dari hasil praktikum tidak ada yang mendekati atau memenuhi standar. Hal ini disebabkan karena pada saat penggilingan permukaan lateks tidak rata sehingga ketika dioven, transfer panas dari oven ke lateks juga tidak merata. Oleh karena itu nilai KE dan KK yang dihasilkan jauh dari nilai standar. Sedangkan untuk
penambahan air pada pengenceran dilakukan berdasarkan nilai KK, semakin besar
nilai KK maka air yang ditambahkan untuk pengenceran semakin banyak.
5.4.3 Pengaruh Penambahan Bahan Pendadih dan Lama Pemisahan terhadap
Sifat-sifat Lateks Segar
Dari hasil
pengamatan terhadap
penambahan CMC 5 diketahui
bahwa pada viskositas hari ke-4 sebesar 30, hari ke-5
sebesar 14, dan hari ke-6 sebesar 11. Untuk penambahan CMC 6 ml didapatkan
nilai viskositas pada hari ke-4 sebesar 60, hari ke-5 sebesar 34, dan hari ke-6
sebesar 12. Sedangkan untuk penambahan CMC 7 ml didapatkan hasil viskositas
pada hari ke-4 sebesar 9, hari ke-5 sebesar 10, dan hari ke-6 sebesar 5. Dari
data tersebut diketahui bahwa semakin banyak penambahan CMC 1% maka viskositas
lateks akan semakin meningkat dan semakin lama penyimpanan viskositasnya juga
semakin meningkat. Hal ini dikarenakan semakin banyak penambahan CMC akan
membantu meningkatkan kerapatan skim lateks. Akan tetapi penambahan CMC dapat menyebabkan
jari-jari pertikel karet menjadi lebih besar sehingga mengakibatkan gaya tarik
antar partikelnya semakin kecil dan mengurangi sifat elastisitasnya.
Dari pengamatan terhadap pengaruh
penambahan cmc terhadap warna didapatkan hasil pada penambahan CMC 5 ml pada
hari ke-4, ke-5, dan ke-6 secara
berturut-turut +1, +2, dan +3. Pada penambahan CMC 6
ml didapatkan hasil pada hari ke-4, ke-5, dan ke-6 secara berturut-turut +3,
+3, dan +4. Sedangkan pada penambahan CMC 7 ml didapatkan hasil pada hari ke-4,
ke-5, dan ke-6 secara berturut-turut +2, +4, dan +5. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa semakin lama
waktu penyimpanan maka warna yang dihasilkan semakin gelap, hal ini disebabkan karena saat penyimpanan dimungkinkan terjadi kontak dengan udara pada senyawa yang terdapat
pada lateks sehingga terjadi proses oksidasi dan menyebabkan warna lateks menjadi coklat atau warnanya menjadi lebih gelap. Selain itu banyaknya komponen pada
karet yang rusak karena terhentinya
proses enzimatis pada karet juga dapat menyebabkan perubahan warna pada karet.
Dari pengamatan terhadap aroma untuk
penambahan CMC 5 ml didiketahui pada hari ke-4, ke-5, dan ke-6 secara
berturut-turut +2, +3, dan +4, untuk penambahan CMC 6 ml didapatkan pada hari
ke-4, ke-5, dan ke-6 secara berturut-turut +3, +4, dan +5, dan untuk penambahan
CMC 7 ml didapatkan pada hari ke-4, ke-5, dan ke-6 secara berturut-turut +1,
+5, dan +6. Dari data tersebut didaptkan bahwa semakin lama penyimpanan maka aroma lateks menjadi semakin menyengat. Hal ini dikarenakan serum C yang mengandung zat yang terlarut yaitu asam amino, karbohidrat, inositol dan asam organik misalnya asam nukleat pirofosfat dan askorbat terpisah dan saling bereaksi sehingga
menimbulkan aroma (bau) yang menyengat.
BAB 6. PENUTUP
6. 1 Kesimpulan
1.
Karet alam merupakan hidrokarbon yang merupakan makro molekul
poliisoprene (C5H8)n
yang tergabung secara ikatan kepala ke ekor (head to tail)
2.
Lateks adalah
getah kental, seringkali mirip susu, yang dihasilkan banyak tumbuhan dan
membeku ketika terkena udara bebas.
3.
Lateks banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan karet
kering yang selanjutnya menjadi bahan mentah untuk industri pembuatan ban, pipa
karet, selang, sepatu/sandal, komponen otomotif, komponen engineering, lem, dan
beberapa peralatan rumah tangga.
4.
Adapun tahap-tahap proses pengolahan karet alam adalah
Penerimaan Lateks Kebun, Pengenceran Lateks, Pembekuan, Penggilingan,
Pengasapan dan Pengeringan, Sortasi dan Pengemasan.
5.
Nilai KKK
pada penambahan asam asetat 1% lebih besar daripada penambahan asam format 1%
dan semakin kecil FP maka KKK akan semakin besar.
6.
Dari
hasil praktikum nilai KE dan
KK yang dihasilkan jauh dari nilai standar karena
penggilingan yang tidak merata dan semakin besar nilai KK maka air yang
ditambahkan untuk pengenceran semakin banyak.
7.
Semakin
banyak penambahan CMC 1% maka viskositas lateks akan semakin meningkat dan
semakin lama penyimpanan viskositasnya juga semakin meningkat.
8.
Semakin
banyak penambahan CMC 1% dan lama waktu penyimpanan maka warna yang dihasilkan semakin gelap.
9.
Semakin
sedikit penambahan CMC 1% dan semakin lama penyimpanan maka aroma lateks menjadi semakin menyengat.
6.2 Saran
Mas, nanti pas responsi soalnya jangan banyak-banyak dan jangan sulit-sulit
yo...
Anonim. 2011. Manfaat Karet.
http://www.goodway-integrated.com/indo/rci.php
[diakses 15 Desember 2012].
Cahyono. 2010. Karet.
Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam- Universitas Sumatera Utara.
Djumarti. 2011. Diktat Kuliah
Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan Lateks. Jember : FTP UJ.
Handoko, B dan Kosasih.
1995. Penuntun Analisis Lateks. Bogor
: Balai Penelitian Perkebunan Bogor.
Loo, T.G. 1973. Penuntun Praktis
untuk Pembuatan Karet. Jakarta : PT. Kinta.
Lukman. 1985. Penyadapan dan
Stimulasi Tanaman Karet. Medan : BPP.
Setyamidjaja, Djoehana. 1993. Karet Budidaya dan
Pengolahan. Yogyakarta : Kanisius.
Siregar, Rudi. 2009 Morfologi Tanaman Karet . http://rudi-siregar.blogspot.com/2009/01/morfologi-tanaman-karet.html
[ diakses tanggal 15 Desember 2012]
Tim
Penulis PS. 1999. KARET: Strategi
Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan
Umum Tentang Karet Hevea. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.
Williams, C. N., 1975. The
Agronomy of the Major Tropical Crops. New York : Oxford University Press.
trimaksih... menarik....
BalasHapusPosting Komentar