BAB 1. PENDAHULUAN


    Latar Belakang
Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang diperlukan. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman.
Besarnyaperanan gula dalam kehidupan sehari-hari dan bidang industri, menyebabkan kebutuhan akan gula terus meningkat.  Total kebutuhan gula nasional tahun 2006 mencapai 2,3 juta ton.Permasalahan yang sering terjadi pada produksi gula adalah masih tingginya keragaman dan tingkat penyimpangan mutu produk, sehingga produk kurang atau tidak sesuai dengan standar mutu nasional gula (SNI). Disamping itu, tingkat kemanan pangan, gula seringkali digunakan sulfit sebagai bahan additive dan adanya cemaran logam yang dapat membahayakan bagi kesehatan, masih kurang mendapatkan perhatian. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian evaluasi keamanan dan mutu gula.

    Tujuan
    Mengetahui pengaruh kondisi tebu terhadap derajat Brix nira
    Mengetahui pengaruh perlakuan defekasi terhadap derajat brix nira
    Mengamati warna (kecerahan) gula kristal putih
    Menentukan besar jenis butir gula kristal putih
    Menentukan residu belerang oksida pada gula kristal putih dan gula merah tebu





BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komposisi Batang Tanaman Tebu
Batang tanaman tebu yang masih segar hampir seluruhnya ( 99% ) tersusun atas unsur-unsur karbon ( C ), hydrogen ( H ), dan oksigen ( O ). Dan kira-kira 75% diantaranya dalam bentuk air ( H2O ), dan 25% sisanya dalam bentuk bahan kering (Notojoewono, 1970).
Untuk kepentingan pengolahan gula, batang tanaman tebu dianggap tersusun atas nira tebu dan ampas. Didalam nira tebu terkandung bahan-bahan organik terlarut atau tak terlarut, terutama gula, dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik terlarut ataupun tak terlarut. Sedang didalam ampas terkandung bahan-bahan organik dan anorganik tak terlarut. Tujuan dari pemerahan atau ekstraksi distasiun penggilingan adalah untuk memisahkan sebanyak mungkin nira yang terkandung didalam batang tanaman tebu, dengan demikian diharapkan gula yang dapat diperoleh adalah maksimal (Soerjadi,1983).
Menurut P. Honig dan P. Geerlings dalam Notojoewono (1970), maka tebu itu mengandung berbagai zat sebagai berikut : Saccharosa (gula tebu), glukosa, fruktosa, gula Invert ( campuran gula fruktosa dan glukosa ), zat tepung, bahan serabut, pektin, asam organik, lilin tebu, bahan warna ( klorofil, xantofil, karoten), bahan mengandung nitrogen, dan susunan abu ( K, Na, Ca, Mg, P, S, Cl, SiO2 dan N ). Sedangkan menurut Maxwell, tebu memiliki komposisi 71,34% air, bahan organik kering 27,89% dan bahan organik mineral kering 0,77%.
2.2. Nira Mentah
    Nira yang berasal dari stasiun penggilingan disebut nira mentah. Nira yang keluar dari gilingan belum siap untuk dimasukkan kedalam proses kristalisasi, karena masih mengandung banyak kotoran-kotoran. Kotoran tersebut sebelumnya harus dipisahkan terlebih dahulu.Didalam stasiun pemurnian kotoran-kotoran tersebut akan dihilangkan, meskipun dalam pelaksanaannya penghilangan kotoran belum dapat sempurna khususnya terhadap kotoran yang terlarut dan melayang baru dapat dihilangkan sekitar 10-25% dari jumlah kotoran yang ada.Kualitas gula yang dihasilkan dan sifat intrinsik gula pertama-tama ditentukan oleh kualitas nira mentah, kualitas gula yang memenuhi spesifikasi diperoleh dari pemurnian larutan serta susunan bahan bukan gula dalam larutan tersebut.nira mentah mengandung gula dan zat bukan gula dalam susunan rata-rata sebagai berikut :
(Moerdokusumo, 1993).
2.3. Pemurnian Nira
    Hal yang paling utama didalam pemurnian adalah menjaga agar jangan sampai gula yang ada hilang atau rusak, sebab gula yang sudah rusak tidak mungkin lagi dapat diperbaiki, sebab yang membuat gula hanyalah tanaman. Apabila ada gula yang rusak maka akan diderita dua kerugian yaitu :
1. Rusaknya gula berarti kehilangan langsung dari gula yang seharusnya dapat dijadikan kristal.
2. Rusaknya gula akan berarti menambah kotoran dalam nira yang akan menyebabkan bertambahnya kesulitan proses dan jumlah molase bertambah, selanjutnya juga kehilangan gula akan menjadi semakin besar (Tjokroadikoesoemo,1984).
Cara pemurnian nira yang banyak dilakukan di Indonesia ada 3 macam, yaitu :
1. Cara Defekasi ; cara ini adalah yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal yang berwarna merah atau coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur sebagai pembantu pemurnian.
2. Cara Sulfitasi ; cara ini adalah lebih baik dari defekasi, karena sudah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Pada pemurnian cara ini dipakai kapur dan gas hasil pembakaran belerang sebagai pembantu pemurnian.
3. Cara Karbonatasi ; cara ini adalah yang terbaik hasilnya dibanding dengan dua cara diatas. Tetapi biayanya yang paling mahal. Pada pemurnian ini dipakai sebagai bahan pembantu adalah kapur, gas asam arang ( CO2 ) dan gas hasil pembakaran belerang (Soemarno,1991).
2.4. Derajat Brix
Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur.aik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Untuk mengetahui banyaknya gula yang terkandung dalam gula lazim dilakukan analisa brix dan pol. Kadar pol menunjukkan resultante dari gula (sukrosa dan gula reduksi) yang terdapat dalam nira (Risvank, 2011).
2.5. Gula
Gula merupakan senyawa yang tersusun atas karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari ‘bit’ atau tebu.Karbohidrat penyusun gula merupan sukrosa. Sukrosa adalah gula utama yang digunakan dalam industri pangan dan sebagian besardidapat dari tebu dan di Eropa khususnya bit. Rumus molekul dari sukrosa adalah C12H22O11 dimana berat molekulnya sebesar 342, kristal hidratnya berbentuk monoklin , mudah larut dalam air dan suhu yang semakin tinggi maka kelarutan dari sukrosa akan semakin tinggi. Jika dalam keadaan kering dipanaskan pada suhu 160OC maka akan lebur tanpa penguraian, bila basa pada suhu tersebut maka akan terjadi karamelisasi.Sifat-sifat dari sukrosa yaitu dapat diklasifikasi dari sifat fisika dan dan kimia.Sifat-sifat Fisika sukrosa berbentuk kristal berwarna putih. Kristal sukrosa mempunyai sistem monoklin yang terbentuk kristal monoklin hemipormhikdan bentuknya sangat bervariasi. Berat molekulnya 342 dan berat jenisnya pada 15 0C adalah 1,5879. namun pada umumnya berat jenisnya antara 1,58-1,61. sedangkan titik cairnya adalah 185-1860C. Sukrosa juga bersifat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin eter maupun kloroform(Goutara dan Wijadi, 1975).
Rumus bangun dari sukrosa adalah sebagai berikut :

2.6. SNI Gula Kristal Putih
    Standar nasional mutu gula kristal putih ditentukan dalam SNI 01-3140-2001. Syarat mutu gula kristal putih berdasarkan SNI adalah:
2.7.Gas Sulfur Dioksida
Gas sulfur dioksida adalah suatu gas yang diperoleh dari hasil pembakaran belerang dengan oksigen, merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau rangsang. Di dalam pabrik sulfitasi, gas sulfur dioksida digunakan sebagai pembentuk endapan, ialah dengan cara memberikan kapur berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan untuk penetralan, kelebihan susu kapur akan dinetralkan kembali dengan asam yang terbentuk bila gas sulfur dioksida bertemu dengan air. Sebagai hasil dari proses reaksi penetralan akan terbentuklah suatu endapan yang berwarna putih dan dapat dihilangkan kotoran-kotoran lembut yang terdapat di dalam nira (Soemarno,1991).




BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- refraktometer
- beaker glass
- alat pemanas
- pengaduk magnetik
- kertas pH universal
- colour reader
- neraca
- ayakan 16, 18, 20, 30, 50 mesh
- buret
- plastik bening

3.1.2 Bahan
- nira tebu bersama kulitnya
- nira tebu yang dikupas kulitnya
- larutan kapur
- gula curah
- gulapas
- larutan iodium

3.2 Skema Kerja
    Penentuan Derajat Brix Gula














    Defekasi
















    3.2.3 Warna (kecerahan) GKR













3.2.4 Besar  Jenis Butir  GKP









3.2.5 Residu (SO2)
a. Larutan Iodium ≈ 0,2 mg SO2















b. Penentuan  residu SO2
    Blanko








    Sampel










                                      Catat ml titrasi (t ml)







BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

    Hasil Pengamatan
4.1.1 Derajat Brix Niradan Defekasi
Nira    Derajat Brix    Derajat Brix setelahdefekasi
Niratebubersamakulitnya        20        21,1
        20        21
        20        21
Niratebu yang dikupaskulitnya        21        23
        21,3        23
        21,2        23
       
    Warna (Kecerahan) Gula Kristal Putih
Gula Kristal Putih    Nilai L    Gula Merah    Nilai
    GulaCurah        38,8            30,9
    27,0
    30,0
        40,3    C (Agak Kuning)   
        38,7       
    GulaKemasan        35,9            22,4
    22,5
    22,6
        38,3    D (coklat)   
        37,0       
    Besar Jenis Butir Gula Kristal Putih
Gula Kristal Putih    Berat (gram) ulangan 1    Berat (gram) ulangan 2
A.GulaKemasan    Fraksi I :  12,60    11,16
    Fraksi II :1,81    1,63
    Fraksi III :23,23    23,06
    Fraksi IV :11,59    15,03
    Fraksi V :7,88    6,91
    Fraksi VI :0,65    0,33
B.GulaCurah    Fraksi I :10,80    14,60
    Fraksi II :25,03    25,64
    Fraksi III :3,20    0,10
    Fraksi IV :18,90    18,10
    Fraksi V :1,99    1,65
    Fraksi VI :0,08    0,13
    Residu Belerang Oksidasi (SO2)
Berat contoh = 25 gram
Gula    Titran (ml) contoh    Titran (ml) blanko
Gula Kristal Putih A    1. 3,0    1. 2,9
    2. 2,4    2. 4,2
Gula Kristal Putih B        17,1    -
    2. 5,4        -

# Standar
No    mL Thio
1    4,4
2    5,4
3    3,7

    Hasil Perhitungan
    Derajat Brix dan Defekasi
Jenis Nira    Brix sebelum Defekasi    Brix setelah Defekasi
Nira Tebu Bersama Kulitnya    20    21,033
Nira Tebu yang dikupas kulitnya    21,16    23
    Warna (kecerahan) gula kristal putih
Gula kristal putih    L rata - rata    Gula merah    L rata - rata
    (putih)    39,267        (Agak kuning)    29,3
    (Agak coklat    37,067        (Coklat)    22,5
    Berat jenis Gula Kristal Putih
Gula kristal putih    Rata – rata berat    Persentase (%)    Berat jenis butir
    GUPALAS    Fraksi 1: 11,88
Fraksi 2: 1,72
Fraksi 3: 23,145
Fraksi 4: 13,31
Fraksi 5: 7,4
Fraksi 6: 0,49    19,8
2,87
38,575
22,2
12,33
0,817    7,1134
40,7
2,6
3,195
3,38
25,5
BJB rata – rata = 13,37mm    BJB = 0,83mm
    CURAH    Fraksi 1: 12,7
Fraksi 2: 25,335
Fraksi 3: 1,65
Fraksi 4: 18,5
Fraksi 5: 1,8
Fraksi 6: 0,1    21,17
42,225
2,75
30,83
3,0
0,167    6,65
2,77
36,36
2,3
13,89
31,12
BJB rata – rata = 31,12mm    BJB = 1,616mm
    Residu SO2
A rata – rata = 0,0229
Gula kristal putih    (ml) titran rata - rata    Kadar SO2(ppm)
Blanko    3,55    -
    (Putih)    2,7    -0,7786
    (Agak coklat)    11,25    7,05


BAB 5. PEMBAHASAN

    Skema kerja dan fungsi perlakuan
Pada praktikum pengolahan gula ini terdapat beberapa kegiatan, yaitu analisa derajat brix, analisa pengaruh defekasi, analisa warna gula kristal putih, analisa berat jenis gula kristal putih dan analisa residu SO2. Pada kegiatan pertama dilakukan, pengukuran derajat brix nira. Derajat brix dapat dijadikan parameter tingkat kemanisan atau kandungan gula pada nira. Pada kegiatan ini pertama nira tebu diberi dua perlakuan, yaitu dilakukan pengupasan dan tidak dilakukan pengupasan yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh kedua perlakuan tersebut terhadapkadar brix nira yang dihasilkan. Kemudian dilakukan uji menggunakan  refraktometer untuk mengetahui kadar brixnya. Pengukuran dilakukan tiga kali ulangan agar nilai yang dihasilkan valid. Setelah itu derajat brix kedua niradibandingkan.
Kegiatan selanjutnya yaitu defekasi. Defekasi merupakan proses pemurnian nira menggunakan kapur.Pada kegiatan ini pertama tebu dilakukan perlakuan pengupasan dan tanpa pengupasan. Selanjutnya diperas untuk mendapatkan niranya. Nira yang di dapat kemudian dipanaskan hingga suhu ±70°C untuk mengoptimalkan proses defekasi. Kemudian ditambahkan susu kapur(15 gr kapur + 100ml aquades) hingga pH netral(7). Pada proses defekasi, kapur mampu menjernihkan nira dengan cara membentuk ikatan dengan senyawa fosfat pada nira membentuk garam fosfat. Garam fosfat ini kemudian meyerap dan memerangkap bahan non gula lainnya membentuk flokulan yang mengapung pada permukaan nira (scum) atau mengendap didasar nira(mud/lumpur).Kemudian dipanaskan kembali 10 menit dan diaduk untuk menghomogenkan larutan agar penyerapan bahan non gula bisa maksimal dan kejernihan nira pun semakin baik. Selanjutnya didinginkan kemudian diteteskan pada refragtometer dan diamati derajat brixnya(diulang 3x). Kemudian bandingkan derajat brix kedua jenis nira sebelum dan sesudah defekasi.
Kegiatan lainnya adalah analisa warna gula kristal putih.Bahan yang digunakan berupa gula kristal putih yaitu yang berwarna putih dan agak coklat serta gula merah agak kuning dan agak kuning. Bahan dimasukkan plastik bening untuk mempermudah proses selanjutnya. Kemudian diamati warna (kecerahan) dengan colour reader untuk mengetahui nilai kecerahan yang dimiliki masing – masing sampel. Pada analisa ini yang digunakan sebagai acuan adalah nilai L yaitu nilai kecerahan universal.Selanjutnya dilakukan analisa kecerahannya dan bandingkan kecerahan yang dimiliki masing – masing sampel.
Kegiatan analisa yang dilakukan  selanjutnya adalah analisa berat jenis butir gula kristal putih. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyusun ayakan mulai dari yang berukuran berukuran 16 meshselanjutnya dibawahnya adalah ayakan 18 mesh, 20 mesh, 30 mesh, 50 mesh, dan terbawah adalah baki penampung sehingga nantinyadapat dibandingkan berat jenis butiran gula yang tertinggalpada masing – masing ayakan. Selanjutnya menimbang 60gr gula kristal putih dan dimasukkan pada ayakan paling atas dari seri yang telah disusun tersebut lalu  diayak selama 10 menit. Gula yang tertahan pada masing-masing ayakan kemudian ditimbang untuk mengetahui beratnya. Setelah didapatkan data berat gula pada masing-masing ayakan, selanjutnyadihitung % dan berat jenis butir gula kristal putih. Setelah itu hasil yang didapatdibandingkan dengan SNI untuk mengetahui mutu gula tersebut berdasarkan SNI.
Kegiatan analisa yang terkahir adalah analisa residu SO2. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui senyawa sulfit yang masih tertinggal pada gula.Pada kegiatan ini dibagi menjadi dua langkah analisa, yaitu standarisasi larutan Iodium ≈ 0,2mgSO2kemudian menentukan residu SO2.
Pada langkah standarisasi larutan Iodium ≈ 0,2mgSO2, pertama yang dilakukan adalah menimbang KI sebanyak 6,0gr. Penggunaan KI ini untuk meningkatkan kelarutan iodin dalam air. Selanjutnya KI dilarutkan dalam 1L aquades. Kemudian ditambahkan 0,8gr Iodin kristal untuk membentuk larutan Iodium yang diinginkan, yaitu larutan Iodium ≈ 0,2mgSO2. Setelah itu didiamkan 24 jam agar terbentuk larutan Iodium. Setelah larutan Iodium terbentuk, diambil 40ml dan tambahkan 25ml aquades dalam erlenmeyer untuk mengencerkan larutan Iodium agar mudah dititrasi.  Selanjutnya larutan tersebut dititrasi menggunakan thiosulfat 0,1N hingga membentuk warna kuning pucat, setelah itu tambahkan indikator pati untuk membentuk warna biru pada larutan. Titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang. Volumetitrasi dicatat sebagai bml.
Setelah proses sandarisasi selesai, sebelum dilakukan analisa, dilakukan penentuan ml blanko, dengan cara 150ml aquadesditambahkan 10ml indikator pati dan HCl untuk mempermudah dalam menganalisa perubahan yang terjadi saat titrasi berlangsung. Titrasi yang dilakukan menggunakan Iodium dan akan merubah warna larutan menjadi ungu muda. Volume  titrasi dicatat sebagai v ml dan kemudian dihitung residunya .
Langkah selanjutnya yaitu analisa sulfit pada sampel dengan cara sampel ditimbang sebanyak 25gr kemudian dilarutkan dalam aquades 150ml untuk melarutkan sampel, sehingga mudah dititrasi. Sampel yang digunakan yaitu gula kristal putih yang berwarna putih dan agak coklat. Kemudian ditambahkan 10ml indikator pati dan HCl, sebagai indikator yang akan membentuk warna setelah titrasi sampai pada titik ekuivalen ketika dilakukan titrasi dengan Iodium.Setelah larutan berubah warna menjadi ungu muda, titrasi dihentikan dan dicatat volume Iodium yang dibutuhkan sebagai t ml.
    Prinsip Kerja Color Reader dan Refraktometer
Color reader  merupakan alat yang digunakan untuk pengukuran warna secara obyektif. Prinsip kerja dari color reader adalah pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan lampu pemeriksa pada bidang datar permukaan sampel yang mempunyai luas sekitar 3cm2. Sinar lampu tidak boleh keluar dari permukaan bahan. Pengukuran dilakukan duplo. Persentase sinar yang terbaca pada alat yaitu nilai L, a dan b.Dengan L  adalah persentase kecerahan, a  adalah persentase kemerahan, b  adalah persentase kekuningan.
Sedangkan refraktometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan terlarut misalnya : gula, garam, protein dan sebagainya. Prinsip kerja dari refraktometer yang sesuai dengan namanya adalah dengan memenfaatkan refraksi cahaya. Konsentari bahan terlarut sering dinyatakan dalm satuan Briks (%) yaitu merupakan konsentrasi dari bahan terlarut dalam sampel (larut air). Kadar bahan terlarut merupakan total dari semua dalam air, termasuk gula,garam, protein,asam dan sebagainya. Pada dasarnya Briks (%) dinyatakan sebagai jumlah gram dari cane sugar yang terdapat dalam larutan 100 gr cane sugar. Jadi pada saat mengukur larutan gula, Briks (%) harus benar-benar tepat sesuai dengan konsentrasinya.
    Analisa Data
    Derajat Brix dan Defekasi
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan didapatkanderajat brix nira tebu bersama kulitnya memiliki rata-rata derajat brix yang lebih kecil yaitu 20sedangkan derajat brix  nira tebu yang dikupas kulitnya lebih besar yaitu 21,16. Begitu juga dengan nira tebu setelah defekasi dimana nira tebu yang tidak dikupas nilainya lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan pada nira tebu bersama kulitnya terdapat lilin yang dihasilkan dari kulit tebu sehingga mempengaruhi kadar brix nira.
Pada pebandinganderajat brix sebelum dan setelah defekasi,dari data pengamatan dan hasil perhitungan diketahui bahwa derajat brix nira sebelum defekasi lebih kecil dibandingkan dengan setelah perlakuan defekasi. Hal ini dikarenakan sebelum defekasi masih banyak senyawa - senyawa non gula yang terdapat pada nira tersebut, sehingga persentase nira juga ditempati oleh senyawa non gula tersebut.Tetapi setelah didefekasi, senyawa non gula tersebut berkurang sehingga senyawa gula meningkat.
    Kecerahan Gula
Pada analisa kecerahan gula ini digunakan 4 jenis gula yaitu gula kristal putih, gula kristal putih agak kecoklatan (curah), gula merah agak kuning, dan gula merah coklat. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungangula kristal putih curah yang berwarna agak kecoklatan memiliki rata-rata kecerahan yang rendah yaitu 37,067 sedangkan gula kristal putih memiliki rata-rata kecerahan 39,267. Begitu juga dengan gula merah, gula merah yang berwarna kekuningan lebih cerah daripada gula merah coklat. Hal tersebut dikarenakan pada gula curah nira yang digunakan memiliki warna cairan feed yang pekat. Warna pada nira tebu disebabkan oleh kotoran-kotoran (tanah, lilin, lemak) terlarut dan tersuspensi yang terbawa pada proses penggilingan. Semakin rendah warna cairan feed, semakin baik warna gula yang dihasilkan. Selain itu pada gula curah dimungkinkan hanya dilakukan proses defekasi saja tanpa dilakukan proses sulfitasi, sehingga menyebabkan kotoran-kotoran yang masih tersisa dalam nira setelah proses defekasi ikut dalam proses pembuatan gula kristal.
    Berat jenis Gula Kristal Putih
Pada analisis berat jenis gula ini digunakan 2 sampel yaitu gula kristal putih merek gupalas dan gula kristal putih curah. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan berat jenis butir gula kristal putih curah dan gula kemasan merek gupalas diketahui bahwagula curah mempunyai berat jenis butir 1,616 mm, sedangkan gula kemasan menghasilkan besar jenis butir 0,83 mm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa gula curah memiliki berat jenis butir lebih besar dibandingkan dengan gula kemasan. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan gula curahhnya dilakukan proses defekasi tanpa sulfitasi, sehingga flokulan yang seharusnya dibuang ikut masuk pada proses kristalisasi yang menyebabkan gula mengkristal dengan ukuran yang besar dan tidak rata.
Berdasarkan syarat mutu gula kristal putih (SNI 3140.3-2010) berat jenis butir pada GKP 1 dan GKP 2 yaitu 0,8-1,2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gula curah yang dianalisa pada praktikum ini belum memenuhi syarat mutu SNI.
    Residu Belerang Oksida (SO2)
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungann yang telah dilakukan mengenai kadar SO2,kadar SO2yang terbesar yaitu pada gula yang berwarna agak coklat (curah) yaitu sekitar 7,05 ppm, sedangkan pada gula kristal putih memiliki kadar SO2   -0,7786 ppm. Hal tersebut dikarenakan pada pembuatan gula kristalputih curah proses sulfitasi yang dilakukan tidak sesuai setandar, sehingga dimungkinkan terdapat residu SO2 walaupun kecil. Dari data yang telah diperoleh baik gula curah maupun gula kemasan residu belerang oksida (SO2) sesuai dengan syarat mutu gula kristal putih (SNI 3140.3-2010). Berdasarkan syarat mutu gula kristal putih (SNI 3140.3-2010) residu belerang oksida (SO2) maksimal 30 mg/kg atau 0,3 ppm. Sehingga dapat diketahui bahwa gula kristal putih pabrikan lebih memenuhi syarat. Tetapi hasil ini mengalami penyimpangan dimana terdapat hasil minus. Penyimpangan ini kemungkinan terjadi karena kesalahan saat titrasi dimana kurang teliti membaca skala.
    Residu Sulfit tidak digunakan pada gula analisa Gula Merah
Pada praktikum kali ini analisa residu sulfit tidak dapat dilakukan pada sampel gula merah. Hal ini dikarenakan proses analisa menggunakan metode titrasi dimana batas konsentrasi ditentukan berdasarkan perubahan warna larutan setelah iodium yang digunakan untuk titrasi berikatan dengan pati membentuk kompleks warna biru. Warna biru yang terbentuk tidak dapat diamati karena warna merah larutan gula merah sangat pekat sehingga perubahan warna tidak dapat diamati. Karena perubahan warna yang merupakan batas titrasi tidak dapat teramati, maka analisa residu sulfit tidak dapat dilakukan untuk sampel gula merah.


BAB 6. PENUTUP

    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
    Nira yang keluar dari gilingan belum siap untuk dimasukkan kedalam proses kristalisasi, karena masih mengandung banyak kotoran-kotoran.
    Derajat brix pada nira sebelum defekasi memiliki nilai yang kecil dibandingkan dengan derajat brix nira yang telah di defekasi.
    Gula curah memiliki kecerahan yang kecil dibandingkan dengan gula yang dikemas.
    Gula curah memiliki berat jenis butir lebih tinggi dibandingkan dengan gula yang dikemas (GUPALAS).
    Residu belerang oksida (SO2) terbesar pada gula curah dibandingkan dengan gula kemasan.

    Saran
Sebaiknya ketika melakukan praktikum baik praktikan maupun asisten memahami praktikum yang akandilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Gautara dan Wijadi. 1975. Dasar Pengolahan Gula I. Bogor : departemen Teknologi Hasil Pertanian Fateta, IPB.
Moerdokusumo. 1993. Pengawasan Kualitas Dan Teknologi pembuatan Gula Di Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Notojoewono, wasit, R. A. 1970. Tebu. Jakarta: Penerbit PT Soeroengan.
Risvank. 2011.Pengertian, pol, brix dan HK dalam Analisa Gula. http://www.risvank.com/2011/12/21/pengertian-pol-brix-dan-hk-dalam-analisa-gula/ [05 Desember 2012]
Soerjadi.1983. Pabrikasi Gula. Yogyakarta: LPP Yogyakarta.
Soemarno.1991. Dasar-dasar Teknologi Gula. Yogyakarta: LPP Yogyakarta.
Tjokroadikoesoemo.1984. Ekstraksi Nira Tebu. Surabaya: Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri.


Kamu bisa menDownload file Document (.doc) yang lebih lengkap di

Post a Comment