1. Prinsip Teknologi Pengalengan
a. Probiotik
Prinsip pengalengan atau pembotolan probiotik adalah bahan dan kaleng atau botol disterilkan sendiri-sendiri. Probiotik yang komposisinya merupakan bakteri dan bahan yang rentan panas biasanya diproses dengan proses yang steril dan dimasukkan (filling) ke dalam botol dengan proses yang aseptis pula sehingga tidak dilakukan lagi sterilisasi atau pemanasan pada produk yang telah dikalengkan atau dibotolkan.
b. Protein tinggi
Prinsip pengalengan bahan berprotein tinggi adalah sterilisasi produk dilakukan setelah bahan dikalengkan. Biasanya diawali dengan proses blanching untuk membunuh mikroba patogen. Bahan pengisi lain yang ditambahkan bersifat asam untuk menurunkan pH. Karena mikroba yang sering menyebabkan kerusakan makanan kaleng adalah mikroba yang tahan panas seperti C. Botulinum, maka setelah dilakukan pengalengan, produk harus disterilisasi dengan pemanasan suhu tinggi.

2. Peranan Faktor
a. Komposisi nutrisi
Kompisisi nutrisi menjadi faktor penting yang harus diperhatikan karena komposisi nutrisi merupakan faktor untuk menentukan kerusakan yang mungkin timbul, teknik pengalengan, dan teknik sterilisasi. Nutrisi bahan akan menentukan mikroba yang mungkin tumbuh. Mikroba yang mungkin tumbuh pada makanan berkarbohidrat tinggi akan berbeda dengan mikroba yang tumbuh pada makanan berprotein tinggi. Perbedaan tersebut akan menyebabkan jenis kerusakan bahan yang berbeda pula sehingga perlakuan saat pengalengannya pun akan berbeda. Selain itu, beberapa nutrisi bahan ada yang mudah mengalami kerusakan dan menyebabkan berubahnya tampilan bahan karena pemanasan sehingga hal ini akan menyebabkan penurunan komponen nutrisi. Oleh karena itu, komponen nutrisi juga digunakan sebagai faktor untuk menentukan proses dan teknik sterilisasi produk.
b. Derajat keasaman (pH)
Umumnya mikroba patogen tumbuh dengan baik pada pH normal. Oleh karena itu, pada saat pengalengan biasanya ditambahkan larutan asam untuk menurunkan pH untuk menghambat dan mematikan sebagian mikroba. Namun beberapa mikroba yang memiliki spora seperti C. Botulinum dapat bertahan pada kondisi asam bahkan pada pH dibawah 4,6. Akan tetapi pada pH rendah pertumbuhan sel vegetatif (spora) tersebut terhambat. Untuk pH rendah biasanya digunakan acuan yang digunakan adalah mikroba termofilik asidurik. Dari berbagai kemungkinan mikroba yang tumbuh tersebut, maka derajat keasaman ini menjadi faktor dalam menentukan proses pengalengan dan teknik sterilisasi bahan.
c. Jumlah mikroba inisial
Jumlah mikroba inisial adalah jumlah mikroba awal yang diperkirakan tumbuh pada suatu bahan. Jumlah mikroba inisial ini menjadi faktor penting dalam proses pengalengan, terutama pada saat sterilisasi. Semakin banyak jumlah mikroba inisialnya tentu akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menurunkan jumlah mikroba tersebut sampai jumlah tertentu atau mematikan semua mikroba berdasarkan siklus log. Lama sterilisasi ini juga akan berpengaruh pada penggunaan suhu dan tekanan saat sterilisasi. Selain itu, jumlah mikroba inisial juga dapat menjadi faktor dalam mendesain alat sterilisasi yang efektif yang dapat menurunkan jumlah mikroba dengan baik.

3. Aplikasi Konsep 12D
Konsep 12D biasanya digunakan dalam proses sterilisasi. Konsep 12D maksudnya adalah perlakuan pemanasan pada suhu dan waktu tertentu untuk menginaktifkan mikroba berbahaya sebanyak 12D atau 12 siklus log. Contohnya adalah pada saat melakukan sterilisasi untuk mematikan atau menginaktifkan C. Botulinum. Untuk menurunkan satu siklus log C. botulinum dengan suhu 121oC membutuhkan waktu selama 0,25 menit (D121 = 0,25 min), maka untuk menginaktifkan C. Botulinum sebesar 12D dibutuhkan sterilisasi selama 3 menit.

4. Clostridium botulinum dan B. Stearothermophylus digunakan sebagai indikator pengalengan karena kedua mikroba tersebut sering didapati mengkontaminasi bahan dan menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng. Selain itu, keduanya juga merupakan mikroba patogen yang tahan panas. Pemanasan atau proses sterilisasi yang kurang baik dapat menyebabkan mikroba ini dapat tumbuh pada makanan yang telah dikalengkan sehingga keduanya digunakan sebagai indikator baik buruknya proses pengalengan terutama indikator proses sterilisasi.

Post a Comment