Jalanan kota Jakarta siang itu, seperti biasa, macet. Bus P 4 jurusan BlokM – Pulau Gadung penuh dengan penumpang.Bus itu penuh penumpang, sebagian diantaranya berdiri menggantung lengan. Bus merambat pelan seolah masih menyimpan banyak fasilitas tempat duduk yang kosong. Satu demi satu artis jalanan mulai unjuk gigi. Menghias panas terik mentari dengan lagu-lagu bertemakan sosial dan kemasyarakatan. Kadang di hiasai sindiran ala politikus, tapi kadang dinodai oleh lirik-lirik sendu yang kurang pantas dilantunkan.

Ada yang aneh terlihat. Seorang bapak-seperti dari Madura- setengah baya memakai batik, peci, dan sarung – khas pendatang baru- duduk di tepi jendela dengan tenang. Tetapi yang membuat semuan penumpang terheran, bapak itu asyik menjulurkan tangannya ke luar jendela. Bukan sekali dua kali, tapi malah terus-terusan tanpa beban.Sementara penumpang lain mulai berteriak memberi peringatan.

" Pak, Hati-hati.. tangan bapak dimasukkan bisa patah kena mobil nanti …" seru seorang ibu yang duduk di sebelahnya.

" Pak, kemarin ada peristiwa seperti itu. Tangan seorang kakek lepas saat terjulur keluar dan tersangkut pohon di tepi jalan..hi..ngeri…" seorang lainnya ikut menakut-nakuti.

Pak Kondektur pun tak tinggal diam. Tampaknya kesabarannya sudah menipis , aksen batak pun menambah ketegangan.

" Bah, ini orang tak tahu di untung, kalo tak lepas itu tangan, matilah kau …"

Tapi sang Bapak tak bergeming sedikitpun. Tangannya masih asyik terjulur dan mengayun-ayun di luar jendela. Sorot matanya yang lugu pun terkesan percaya diri. Seolah ia tahu apa yang dilakukan dan apa akibatnya. Sebenarnya apa yang ada di benak Bapak tersebut ?

Seorang ikhwan yang bergelantung agak jauh dari bapak tersebut segera bereaksi. Setelah mengamati gerak-gerik, sorot mata, dan mimik wajah tersebut, sang akhi ikut memperingatkan sang Bapak.Tapi peringatan ini lain dari seruan-seruan sebelumnya.

Dengan santun sang akhi berteriak ,

" Maaf Pak, kalau tangan bapak nggak di masukkan, nanti sayang lho kalo kena pohon, bisa hancur dan rusak pohonnya. Apalagi kalo kena tiang listrik, wah nanti tiangnya patah seluruh kota bisa padam listriknya Pak. Jadi saya usul dimasukkin saja pak tangannya, biar nggak terjadi kerusakan nantinya…….. "

Mendengar usulan sang akhi tersebut, sang Bapak tampak tersenyum. Ia paham betul dengan peringatan tersebut. Nampaknya ia sepakat dengan sang akhi. Ia tidak ingin pohon-pohon dan tiang itu rusak karena ulah tangannya. Makanya dengan cepat ia tarik tangannya ke dalam bus kembali. Selesai persolan semua penumpang menjadi lega.Sebagian lain tersenyum sambil berbisik-bisik menduga-duga.

"Oooo….ternyata Bapak ini dari tadi percaya diri karena yakin dengan kesaktian tangannya tooo…. Alah-alaaaaaaaah…, untung tadi nggak jadi nabrak pohon"

Dalam berdakwah, kita juga harus tahu bahasa yang terbaik bagi setiap orang tentu berbeda, sesuai dengan latar belakang objek dakwah masing-masing. Bukan sekedar bahasa dakwah, tapi bahasa dakwah yang terbaik. Akh kita tadi, telah memberi contoh yang sedemikian nyata. Bisakah anda bayangkan jika tangan sakti sang Bapak terbentur sebuah pohon besar ?

Post a Comment